11 Januari 2008

KESADARAN YANG TERLAMBAT

Aris dan Idam sudah tidak masuk sekolah beberapa hari. Padahal mereka sudah kelas 3 (tiga). Ibu Wali Kelas sudah berusaha mencari informasi dari teman-teman mereka mengapa mereka tidak masuk sekolah, namun berulangkali pula mendapat jawaban yang tidak menyenangkan, yaitu mereka memang sengaja tidak masuk sekolah. Selama beberapa hari tidak masuk sekolah itu mereka nongkrong-nongkrong di Mall. Sesekali nonton film kesukaan mereka. Padahal setiap hari masing-masing diantarkan dan diturunkan oleh supir mereka di depan sekolah, dan mereka juga dijemput di sekolah. Perilaku mereka itu tidak diketahui oleh orang tua mereka.
Setelah mendapatkan informasi demikian, maka Ibu Wali Kelas meminta bantuan kepada seorang teman guru, namanya pak Alan. Pak Alan diminta Ibu Wali Kelas untuk mengikuti jejak mereka dalam rangka menyelidiki kebenaran informasi dari teman-teman mereka itu. Walaupun sebenarnya hal ini bukan kewenangan Ibu Wali Kelas, namun karena panggilan pengabdian demi keberhasilan pendidikan, maka jalan itupun ditempuhnya.
Pagi itu, sementara teman-teman Aris dan Idam mengikuti ulangan di sekolah, Aris dan Idam berada di Mall bermain video game. Mereka tahu bahwa hari itu ada ulangan, tetapi mereka tidak memikirkannya. Setelah bermain video game, mereka kembali ke sekolah menunggu kegiatan belajar usai, dan sambil menunggu jemputan. Tentu saja, mereka tidak masuk ke halaman sekolah apalagi ke kelas. Mereka nongkrong di pojok luar agak jauh dari gedung sekolah.
Setelah kegiatan belajar usai, ketika itu mereka masih nongkrong karena jemputannya belum datang, mereka melihat beberapa teman mereka ke luar gedung sekolah.
Novi, teman mereka melambaikan tangan dan berlari kecil menghampiri mereka :
“Wah, kalian dari mana saja ! Tadi ada ulangan Antropologi kok nggak ikut ? Selain itu tadi ada tugas Sosiologi lho, minggu depan dikumpulkan ! Jangan lupa ya ! Oh iya, jadual PM (Pendalaman Materi) sudah ada, dimulai minggu depan !”
Mendengar penuturan Novi yang demikian itu, Aris dan Idam acuh tak acuh. Semua yang disampaikan Novi dianggap angina lalu dan tidak penting. Baginya yang penting adalah main dan nongkrong di Mall.
Setelah informasi mengenai perilaku Aris dan Idam selama tidak masuk sekolah sudah benar-benar jelas dan lengkap, kemudian orang tua Aris dan Idam diundang ke sekolah. Sekolah, dalam hal ini adalah Kepala Sekolah melalui Wali Kelas berkewajiban menyampaikan hal tersebut dan perlu bekerja-sama untuk menyadarkan Aris dan Idam.
Namun, dengan berlalunya waktu sampai menjelang ujian akhir belum juga mereka sadar bahwa masa depan bukan ditentukan oleh siapa-siapa akan tetapi hanya mereka sendirilah yang menentukan. Orang tua mereka tidak dapat lagi berbuat apa-apa, segala usaha sudah diupayakan, demikian juga segala cara sudah ditempuh. Kesadaran mereka tak kunjung tiba.
Kini, pelaksanaan ujian berlangsung. Teman-teman Aris dan Idam mengikuti dengan tertib. Semuanya konsentrasi berusaha mengerjakan atau menjawab ujian dengan benar. Masing-masing berjuang untuk masa depannya. Namun, Aris dan Idam larut dalam penyesalan. Soal-soal ujian tidak dapat dikerjakan.
Kalau ada syair lagu yang berbunyi : “Kini apa yang terjadi, segalanya tak mungkin kembali lagi. Waktu yang telah berlalu tak kan lagi menghampiri”. Demikianlah, yang tepat syair lagu itu ditujukan kepada Aris dan Idam.
Maka, ketika hasil ujian diumumkan, gemuruh kegembiraan dari teman-teman Aris dan Idam serta celotehan pembicarakan mengenai kelanjutan studi mereka, ada yang akan melanjutkan ke Perguruan Tinggi, ada yang akan bekerja dan ada pula yang kursus-kursus, tak lagi terdengar indah di telinga Aris dan Idam. Sebab, masa depan mereka telah suram. Waktu yang telah berlalu, akan menjadi kenangan penyesalan.
Nasi telah ,menjadi bubur ! Ujian telah diumumkan ! Kesadaran telah terlambat !.