11 Mei 2008

ANTARA JAKARTA - JOGYA

ANTARA JAKARTA - JOGYA
REMBANG PETANG MENEMANI PERJALANAN
MENUJU TUJUAN...JOGYAKARTA
TAK SENDIRI
MENGAIS KENANGAN
MERAJUT RINDU
MENGANYAM KIAN ERAT PERSAHABATAN

ANTARA JOGYA-JAKARTA

ANTARA JOGYA - JAKARTA
LAJU BIS YANG DAKU TUMPANGI TAK MAMPU MELAJUKAN PIKIRAN YANG JAUH MELAYANG KE BELAKANG.
MENYUSUR MASA SILAM YANG KINI TAK PERNAH AKAN DAKU MILIKI LAGI.

ANTARA JOGYA - JAKARTA
LAJU PERJALANAN SILAMKU MENGENDAP-ENDAP
MENGHAMPIRI...PANGGUNG HATIKU
HINGGA DAKU TERHANYUT OLEH KENANGAN

ANTARA JOGYA - JAKARTA
AIR-MATA MENETES PERLAHAN
TETESAN BAHAGIA
TETESAN HARU
TETESAN DUKA
TETESAN KECEWA, KARENA TAK PERNAH DAKU DAPAT MERENGKUHNYA LAGI.

LIBERALISASI PENDIDIKAN

LIBERALISASI PENDIDIKAN INI, TULISAN PAK GATOT. TUTI SANGAT KENAL DENGAN BELIAU KARENA SERING BERTEMU DI KEGIATAN "PROVISI EDUCATION". HARI INI TUTI DAPAT IZIN MENTAYANGKAN TULISAN BELIAU. MATUR SANGET NUWUN NGGIH PAK.
> Dalam sistem ketatanegaraan, negara membuat undang-undang sebagai> rambu-rambu terhadap tata kehidupan bermasyarakat. Pembuatannya merupakan> wujud suatu tindakan mengatur (*governing* ) yang merupakan kewajiban dan> tugas pemerintah (*government* ), untuk menyelenggarakan suatu pemerintahan> (> *governance* ). Begitulah halnya ketika negara Republik Indonesia> mengeluarkan undang-undang mengenai sistem pendidikan nasional (UUSPN Nomor> 20 tahun 2003). Tujuannya jelas, supaya penyelenggaraan pendidikan di tanah> air berada dalam rambu-rambu satu sistem, yang disebut pendidikan nasional.>> Mari kita lihat, apakah penyelenggaraan pendidikan di tanah air berjalan> seperti yang dikehendaki oleh undang-undang sistem pendidikan nasional> (sisdiknas), yaitu pendidikan yang diselenggarakan dalam satu sistem untuk> membuat rakyatnya menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab> serta mempunyai kesadaran nasional dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.> Benarkah bahwa di Republik Indonesia tidak ada sistem lain, yang bukan> sisdiknas, dan beroperasi dengan leluasa, karena Pemerintah, dalam hal ini> Departemen Pendidikan Nasional nampaknya me-*liberalisasikan * pendidikan> di> wilayah tanah air ini? Karena *plural system* telah terjadi di beberapa> sekolah negeri dan sekolah-sekolah swasta.>> *Sekolah Nasional Plus*>> Fenomena kebebasan dalam penyelenggaraan pendidikan dimulai oleh lembaga> sekolah swasta. Tantangan globalisasi serta tuntutan modernisasi pendidikan> pada era teknologi informasi dan komunikasi telah menyebabkan pada awal> tahun 1990an masyarakat penyelenggara sekolah swasta merintis pendidikan> bernuansa *internasional* . Memakai bahasa pengantar bahasa Inggris,> menyewa> guru *expatriate* serta mengedepankan aplikasi teknologi informasi. Dengan> era reformasi, gejala pembukaan sekolah sejenis semakin menjamur. Mereka> menamakan diri sebagai Sekolah Nasional Plus, membuat kombinasi kurikulum> asing dengan kurikulum nasional, dan membentuk asosiasi dengan nama> *Association> of National Plus School*, disingkat ANPS. Istilah "plus" dipakai di situ> untuk menunjukkan "kelebihan" dari sekolah biasa. Jumlah sekolah ini sudah> mencapai ratusan di seluruh Indonesia. Mereka bekerjasama dengan> lembaga-lembaga pendidikan di USA, Inggris, Australia, Singapura, India> bahkan Turki guna memperoleh akreditasi maupun *franchising. * Selain> bahasa> Inggris, bahasa-bahasa asing lainnya juga diajarkan, seperti bahasa> Cina-Mandrin, Jepang dan Arab.>> *Salah kaprah nomenklatur "Internasional" *>> Karena merasa mempunyai kelebihan dengan menggunakan bahasa Inggris sebagai> bahasa pengantar dan proses pembelajaran oleh guru-guru *expatriate* ,> sekolah-sekolah swasta semacam itu ada yang menyebut dirinya Sekolah> Internasional. Kekacauan penggunaan istilah "internasional" ini dimulai> dari> *Sekolah Asing Expatriate* yang diizinkan beroperasi di Indonesia. Sekolah> internasional sebagai nomenkltur ini merujuk pada> *nationalities* murid-muridnya, bukan sistem pendidikannya. Misalnya,> Jakarta International> School itu adalah sekolah Amerika, Nederlandse Internationale School adalah> sekolah Belanda, Duetsche Internationale Schule adalah sekolah Jerman dan> lain-lainnya. Murid mereka terdiri dari berbagai kebangsaan. Jadi bukan> sistem pendidikannya yang internasional. Sistem yang betul-betul> internasional adalah apa yang disebut *International Baccaleaureate> Program*yang disingkat dengan IB. Institusi ini dibentuk tahun 1968> dan berpusat di> Swiss. Beberapa negara maju, termasuk di dalamnya beberapa lembaga> pendidikan pada waktu itu bersepakat membentuk wadah pendidikan yang> memungkinkan lulusannya dari manapun memiliki akses ke perguruan tinggi di> negara-negara maju tanpa harus mengikuti seleksi masuk ke perguruan tinggi> yang bersangkutan. Program IB inilah yang betul-betul internasional dan> sudah dilaksanakan oleh lebih dari 100 negara di dunia. Di Indonesia> program> IB ini sudah dipakai oleh beberapa sekolah swasta. Program IB ini sangat> berat persyaratannya. Hanya sekolah yang kaya yang mampu menyelenggarakan> dengan biaya pendidikan yang sangat tinggi. Sekolah-sekolah penyelenggara> program IB ini harus mendapat sertifikasi dari *International> Baccaleaureate> Organisation* atau IBO dengan pengawasan berkala yang cukup ketat.>> *Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Nasional Plus*>> Sekolah-sekolah yang menyebut diri sebagai Sekolah Nasional, seharusnya> berjalan menurut rambu-rambu Sistem Pendidikan Nasional. Bagi Sekolah> Nasional Plus yang bobot nasionalnya masih tebal, ketentuan-ketentuan dari> sisdiknas, dalam hal ini kurikulum nasional, masih diikuti dengan patuh,> disamping kurikulum asing yang diberikan dalam bentuk "plus" tadi.> Murid-muridnya disiapkan untuk mengikuti Ujian Nasional sebagai ketentuan> sisdiknas. Namun seiring berjalannya waktu banyak sekolah nasional plus> yang> menipis nasionalismenya dengan mengurangi bahkan mengabaikan kurikulum> nasional. Sebagian dari mereka bahkan mendapat persetujuan dari pemerintah.> Apakah hal ini bukan suatu bentuk liberalisasi pendidikan di tanah air?> Walaupun bukan pemerintah yang menyelenggarakan pendidikan itu. Siapa yang> dapat menjamin pembentukan *nation and charcter building* setiap> warganegara> dapat terlaksana dengan baik apabila yang diajarkan sehari-hari dalam> proses> pendidikan adalah ideologi, materi, atau "isme" yang bukan isi kurikulum> nasional yang berbasis Pancasila? Apakah *laissur fair* di bidang> pendidikan> itu dapat dibenarkan? Dengan dilaksanakannya Kurikulum Tingkat Satuan> Pendidikan (KTSP), maka liberalisasi pendidikan ini nyaris sempurna, karena> KTSP adalah kurikulum operasionl yang disusun dan dilaksanakan oleh> masing-masing satuan pendidikan atau sekolah.>> *Pembukaan sekolah dan perizinan yang sembarangan*>> Menurut undang-undang, setiap pembukaan lembaga pendidikan baik> pra-sekolah,> sekolah maupun perguruan tinggi harus melalui perizinan. Terlepas siapakah> yang harus memberi izin, Pemerintah Pusat atau Pemerintah daerah, karena> desentralisasi kepemerintahan. Pembukaan suatu sekolah memerlukan berbagai> pertimbangan, baik menyangkut masalah infrastuktur dan lingkungan sekolah,> tenaga pendidik/pengajar, kurikulum, visi dan misi sekolah, potensi peserta> didik, pembiayaan dsb. Namun berbagai pertimbangan itu banyak diabaikan,> sehingga banyak kita jumpai sekolah yang dibuka di ruko, rumah tinggal,> lahan yang sempit, mengganggu lalu lintas, membuat gaduh lingkungan> sehingga> seolah-olah pendidikan/sekolah merupakan *home industry* belaka.> Kemungkinan> diantara mereka ada yang samasekali tidak mempunyai izin. Ini terjadi> terutama di tingkat *play group *dan taman kanak-kanak yang merupakan> komoditi menguntungkan secara bisnis bagi penyelenggaranya. Pembelajaran> yang disertai bahasa Inggris atau dengan embel-embel tambahan latar> belakang> agama, penyelenggara pendidikan semacam ini sangat laris manis diserbu para> orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya, mulai dari pra-sekolah bahkan> sampai ke tingkat perguruan tinggi. Suatu kebanggaan sosial bagi orang tua> kalau anaknya sudah bisa bicara sedikit-sedikit bahasa Inggris atau bahasa> asing lainnya yang diajarkan di play group atau taman kanak-kanak. Gaya> hidup metropolitan orang tua modern mendorong menjamurnya industri> pendidikan semacam ini. Kalau gejala sosial di kota-kota besar di Indonesia> seperti itu tidak segera ditata dan diarahkan secara konstruktif,> dikhawatirkan bahwa liberalisasi pendidikan yang terjadi di lembaga-lembaga> pendidikan yang ada akan berdampak jauh bagi hari depan bangsa Indonesia.> Pendidikan bukan sekedar menjadikan siswa cerdas saja, tetapi juga menjadi> warganegara, artinya warga dari suatu negara dan bangsa yang memiliki jati> diri bangsa bukan warga dari jati diri yang lain. Dalam bukunya "Democracy> and Education: an Introduction of the Philosophy of Education" (1915), John> Dewey (1859-1952), seorang filosof Amerika telah mengingatkan bahwa kondisi> kritis suatu masyarakat demokratik dan industrial itu memerlukan penanganan> pendidikan yang baru, dia katakan :"*the agencies of democratic and> industrial society demanded new educational techniques*" . Mengambil contoh> bagaimana *leadership* dari pemimpin-pemimpin Prusia telah membentuk> warganegara Jerman yang tangguh nasionalismenya, John Dewey katakan: "ãà¥ò.> *under> the influence of German thought in particular, education became a civic> function, and the civic function was identified with the realization of the> ideal of the nation state ãà¥ò.. to form the citizen, not the "man" became> the> aim of education* ãà¥òãà¥ò". Tujuan pendidikan nasional tidak sekedar> membentuk> kepribadian manusia Indonesia yang baik, tetapi juga menjadikannya seorang> warga negara yang baik.>> Jakarta, April 2008>> Gatot Widayanto>> Konsultan Manajemen & Pengamat Pendidikan

LASKAR PELANGI

SAYA BARU SAJA MEMBACA MILIS DIKBUD, TRUSS SAMPAI DI INFORMASI INI YANG SAYA AKSES DARI KIRIMAN IBU JACKIE MUAYA.
Mungkin wawancara ini bermanfaat bagi kita yangmencintai pendidikan. Salam, Nasrul Azwar"Lebih Senang Dikontak Guru Ketimbang Pejabat"Pengantar RedaksiBuku Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor, danMaryamah Karpov merupakan karya Andea Hirata Semanyang mencengangkan banyak orang di negeri ini. Tigabuku, minus Maryamah Karpov, meledak di pasaran.Selain di Indonesia, Laskar Pelangi juga diterbitkandi Malaysia, Singapura, Spanyol, dan beberapa negaraEropa lainnya. Akan tetapi, melihat kondisi sosial kampung diBelitong, ia merasa sangat kecewa dengan apa yangtelah dilakukan pemerintah Kabupaten Belitong Timurselama ini. "Pemerintah Kabupaten Beltim sama sekalitak punya konsep learning society dan tak mampuberpikir sampai ke tingkat kultural edukasi."Akibat tak punya learning society itu, kata Andrea,Pemkab Belitong Timur seolah membiarkan munjamurnyatempat-tempat maksiat model baru nun di hutan dansemak-semak pinggiran kampung, kafe hutan istilahnya.Di sanalah orang-orang muda terorientasi. "Saya kirahal ini mencoreng identitas kita dan itulah wajahlearning society Beltim khususnya di kampung saya diKecamatan Gantung. Jika Anda ke sana, Anda akandisambut sebuah papan iklan minuman keras yang sangatbesar, jauh lebih besar dari papan reklame ekowisataBeltim di sebelahnya yang miring, kumal, danmenyedihkan, " papar Andrea. Andrea Hirata, yang dalam buku itu dikisahkan sebagaiIkal, berasal dari keluarga kurang mampu. Ayahnya,Seman Said Harun Hirata (75), adalah pensiunan pegawairendahan di PN Timah, sementara ibunya, Masturah (72),adalah ibu rumah tangga. Empat abang dan satu adiknyamenekuni profesi seperti umumnya kaum marjinal diBelitong. Berikut wawancara Nasrul Azwar dari Metro BangkaBelitung dengan Andrea Hirata. Bisa digambarkan secara umum sejauh mana pengaruh dandampak tiga novel Anda yang Anda ciptakan itu terhadapmasyarakat Belitong? Memantau pengaruh sebuah karya tulis apalagi karyasastra di sebuah bangsa yang tak gemar membaca itutidak mudah. Apalagi di Belitong di mana minat bacasangat rendah. Di Indonesia, saya percaya sebuah karyatulis baru bergaung ke daerah jika telah lebih dulubergaung di kota-kota besar. Tetralogi Laskar Pelangimulai ditanggapi di Belitong setelah tampil diberbagai media cetak dan elektronik nasional, dankarena rencana pembuatan film Laskar pelangi.Tanggapan itupun sifatnya masih euforia seperti Pemdasetempat mengundang untuk diskusi buku, workshoppenulisan di sekolah-sekolah, dan saya diundang olehPGRI Belitong Timur. Pengaruhnya? Secara signifikan belum terlihat, baru berupa pengenalan saja. Jika pihak terkait (Pemda dsb)mampu menerjemahkan moment tetralogi Laskar Pelangiini dengan baik dan mampu membuat desain yang cerdasbagaimana memanfaatkan tetralogi Laskar Pelangisebagai education and cultural icon di Belitong. Sayayakin pengaruhnya pasti segera terlihat. Smart, itulahkata kuncinya.Tiga buah novel yang diterbitkan Bentang, yaitu LaskarPelangi (terjual 200.000 eksemplar), Sang Pemimpi(30.000 eks), dan Edensor (15.000 eks), dan itu jumlahyang sangat fantastik di Indonesia . Bagaimanakomentar Anda? Tetralogi Laskar Pelangi bercerita tentang orangIndonesia kebanyakan. Sehingga pembaca melihat dirinyasendiri dalam karya itu. Karena itu tetralogi LaskarPelangi mendapat acceptance (penerimaan) yang luas.Saya senang buku-buku yang tidak metropop semacamLaskar Pelangi ini bisa juga best seller, namun yanglebih penting bagi saya bagaimana membuat buku yangmemiliki tingkat acceptance yang besar sekaligustingkat literary yang tinggi. Dalam bahasaindustrinya: bagaimana membuat karya bermutu sekaliguslaku, mematahkan mitos paradoks buku Indonesia dimana buku yang bermutu sering tak laku. Untuk Laskar Pelangi, kabarnya novel ini menjadi bestseller di Malaysia dan Singapura. Lalu negara Spanyoldan beberapa negera Eropa lainnya juga berminatmenerbitkannya. Apa yang Anda ingin katakan untuk ini?Fantastik! Itu saja kata saya. Setiap penulis (mengakuatau tidak) memiliki keinginan agar karya-karyanyadibaca orang banyak. Sebagai penulis pemula yangtengah belajar menulis sastra, saya rasarencana-rencana ini sangat fantastik, Insya Allahlancar.Dan untuk Laskar Pelangi direncanakan akan difilmkandengan sutradara Riri Reza, apakah Anda yakin "ruh"novel itu tak bergeser ketika ia menjadi karyasinematik? Saya melihatnya dari sisi lain, jika filmnya samapersis dengan bukunya buat apa bikin film? Baca sajabukunya dan silakan pembaca membuat filmnya sendiridalam kepala mereka masing-masing. Saya mendapatribuan E-mail, SMS, telepon, dan surat dari pembacayang menolak Laskar Pelangi difilmkan. Namun, inginsaya katakan bahwa dimensi apresiasi film dan bukuserta kapasitas artistiknya sama sekali berbeda. Sayaharap para pembaca memaklumi keadaan ini. Sayamenampilkan Laskar Pelangi dalam buku dan Riri Rizafilmnya, biarlah komplit dan kita lihat saja hasilnya.Saya bebaskan Riri Riza berkreasi. Saya percaya penuhpadanya. Ia salah seorang sutradara muda palingberbakat negeri ini, dan satu dari sedikit sajasutradara yang punya integritas. Bisa diceritakan proses kreatif Anda untuk melahirkan3 novel itu? Spontan, demikian filosofi kreativitas saya. Saya takperlu waktu khusus untuk menulis dan tak perlubersusah-susah menyiasati mood. Saya tak tergantungmood, dan selalu berusaha belajar menjadi pribadi yangefektif. Novel-novel yang Anda tulis (terutama Laskar Pelangi)semula didedikasikan untuk guru Ibu Muslimah Hafsari.Bisa diceritakan kesan yang paling membekas bersamaIbu Muslimah Hafsari saat di sekolah dasar itu sampaisekarang? Kesan yang paling membekas adalah bagaimana beliauselalu berhasil membuat kami murid-muridnya untukmenyintai ilmu. Dengan beliau, mata pelajaran apapuntak pernah menjadi beban. Pekerjaan rumah adalahhiburan, ulangan adalah petualangan dan tantangan yangmenyenangkan. Bagaimana nasib sekolah dasar Muhammadiyah itu saatini? Sekolah itu telah roboh tahun 1991, dan tak pernahdibangun lagi Royalti yang diterima cukup besar, tidak ada rencaramembagun pustaka sejenis ini di Belitong? Menurut saya, perpustakaan adalah konsep yang kelirubagi masyarakat yang tak gemar membaca bahkanantibuku. Saya punya konsep sendiri, yaitu learningcentre. Learning centre tak lain tempat orang datanguntuk belajar dan buku-buku yang ada di dalamnyamendukung tujuan belajar spesifik. Bentuk learningcentre itu misalnya workshop tiga hari mengajari orangBelitong membuat gerabah dengan guru-guru yangdidatangkan dari Jogjakarta. Giliran berikutnyabagaimana industri gerabah diciptakan di Belitong. Saya akan mengalokasikan royalti buku dan film LaskarPelangi untuk membuat sebuah program yang saya sebut"Laskar pelangi in action". Learning centre dalam"Laskar pelangi in action" tahun ini berupa bimbinganbelajar intensif gratis matematika, fisika, kimia,biologi, dan bahasa Inggris bagi siswa-siswa kelas 3SMA dari Belitong yang akan mengikuti SPMB. Cita-citasaya adalah ide "Laskar pelangi in action"menginspirasi dan ditiru orang lain sehingga menjadiseperti MLM intelektualitas, dan mudah-mudahan "Laskarpelangi in action" bisa menjadi sebuah model learningsociety. Kaum intelektual muda dan tua Bangka Belitong yangingin bergabung dengan "Laskar pelangi in action"sebagai relawan pengajar atau membantu apa saja,silakan hubungi saya. Tokoh-tokoh dalam 3 novel itu pada intinya berjuangdan berjuang untuk mewujudkan mimpi masa depan.Bagaimana Anda melihat hal ini pada pelajar dan kaummuda di Belitong saat kini? Tidak bisa gegabah menghakimi sebuah generasi. Sayatak pernah tahu masa lalu, jangan-jangan orang jamandulu juga pemalasnya minta ampun. Saya tak punya dataini dan tak pernah merisetnya. Tokoh-tokoh dalam novelsaya berjuang sebab jika tidak berjuang tak bisa makanatau tak bisa sekolah. Setiap generasi punya persepsi,value, style, dan karakternya masing-masing sesuailingkungannya. Namun di Belitong saya melihat minat orang muda untukmaju besar. Di Tanjungpandan banyak anak muda kreatifyang telah mampu membuat video klip dan bermain musikdengan kemampuan mengejutkan, menulis musik sendiri,merekamnya, dan menyerahkan karyanya pada saya untukdipertimbangkan menjadi soundtrack film LaskarPelangi, sangat mengesankan hasil karya mereka. Orang muda Belitong menyerap dengan mudah apa-apa yangberasal dari kota, namun kemajuan mengarah padahedonisme bukan pendidikan. Persepsi kejayaandicitrakan sebagai implikasi materi dan politikoportunistik. Belakangan orang-orang muda Belitongmemiliki nature yang cenderung politikal. Sayamelakukan riset langsung dan mendapatkan fakta yangmencengangkan bahwa jumlah tamatan SMA Belitong yangdikirim orangtuanya untuk kuliah ke Jawa meningkatdramatis, namun jumlah mereka yang berhasil lulus SPMBterjun bebas. Dalam bahasa kasarnya dapat disebutorang-orang Belitong makin kaya namun anak-anaknyamakin tak mampu secara akademik. Di sisi lain, Pemerintah Kabupaten Beltim misalnya(yang saya amati langsung) sama sekali tak punyakonsep learning society dan tak mampu berpikir sampaike tingkat kultural edukasi. Dari bertubi-tubinyabenchmark atau studi banding yang mereka lakukanapakah mereka tak pernah belajar dari Jogjakarta,misalnya yang memulai leraning society di gang-gangkampung dengan mencanangkan jam belajar masyarakatdari pukul 19.00-22.00. Lalu, jika di kota-kota lainkita disambut berbagai slogan yang penuh integritasketika masuk kota tentang takwa, iman, dan bersih, danbelajar. Masuk kampung saya di Kecamatan Gantung diBelitong Timur (Beltim), Anda akan disambut sebuahpapan iklan minuman keras yang sangat besar, jauhlebih besar dari papan reklame ekowisata Beltim disebelahnya yang miring, kumal, dan menyedihkan. Lalumuncul munjamur (juga di Beltim) tempat-tempat maksiatmodel baru nun di hutan dan semak-semak pinggirankampung, kafe hutan istilahnya. Di sanalah orang-orangmuda terorientasi. Saya kira hal ini mencorengidentitas kita dan itulah wajah learning societyBeltim khususnya di kampung saya. Bagaimana Anda membaca perkembangan pemuda, mahasiswa,pelajar, dan generasi muda Bangka Belitong pascamenjadi provinsi ke 31 ini? Dan apa bedanya sebelummenjadi provinsi? Saya tak memiliki data ini dan tak pernah merisetnya. Nilai-nilai tradisi Melayu di Belitong dan BangkaBelitong umumnya, terkesan tergerus karenaperkembangan zaman, selain itu strategi pengembangandan pelestariannya oleh pemerintah terkesan sangatkurang. Bagaimana Anda membaca ini? Saya juga tak punya data tentang ini dan tak mau soktahu dengan berandai-andai, namun sikap saya sedikitbanyak telah terwakili dari pernyataan saya tentangidentitas orang Melayu sebagaimana saya sebutkan diatas. Tampaknya militansi dan kerja keras untuk meraih mimpimasa depan semakin mengecil di dalam spirit kaum mudaBangka Belitong, apakah ini terkait juga dengan polahidup budaya malas yang umumnya dilakoni masyarakatMelayu? Ha, ha, menarik, saya sendiri baru belakangan tahujika ternyata orang luar melihat kita begitu. Sayasempat tergelak dengan stereotype orang Melayu pemalasitu. Bagaimana saya tak tahu dan tak menyadari hal ituselama ini? Kita dan bagaimana persepsi orang tentangkita, seperti ikan yang tak menyadari dikelilingi airuntuk hidup. Saya belajar introspeksi, berdasarkanpersepsi itu saya segera memperhatikan attitudeanggota keluarga saya sendiri, para ponakan dansebagainya, lalu saya mengambil kesimpulan: sedikitbanyak stereotype itu ada benarnya. Keberhasilan Anda di dunia sastra memberi spirit barubagi masyarakat Bangka Belitong, apakah Anda pernahditelepon atau dikontak bupati, gubernur, atau pejabatlainnya di Bangka Belitong? Saya sering dikontak beberapa orang yang mengakudirinya pejabat baik di Bangka atau di Belitong, dariberbagai instansi atau wakil rakyat. Saya tidakmenyukai pembicaraan politik, ide-ide politik, dansegala remeh temeh basa-basi retorikal ala politisi.Saya kira dari pada repot-repot mengontak saya lebihberguna jika mereka menggunakan waktu mereka untukmembuat spanduk dan kalender. Saya sama sekali takberminat pada politik. Saya orang yang free, nonpartisan, non sekterian. Dengan demikian saya bisaobyektif dan tetap tajam dengan kritik-kritik sosialsaya, dan kritik sosial itu adalah tugas saya, moralresponsibility saya sebagai seorang penulis danpengamat sosial. Dalam sebuah sistem yang dinamik parapolitisi mesti memahami orang-orang semacam sayasebagai bagian dari kontrol sosial. Saya kira sayalebih senang jika dikontak seorang guru di pedalamanBelitong daripada para pejabat itu. Apa komentarnya Anda tentang Tambang Inkonvensional(TI) yang demikian banyak di Bangka Belitong ini? No commentApa komentar Anda tentang pemerintah KabupatenBelitong dan PT Timah? Tentang pemerintah Kabupaten Belitong sedikit banyakpandangan dan aroma kritik sosial juga pujian telahsaya tiupkan di atas. Dan tentang PT Timah, semogalebih gencar dengan program CSR (Corporate SocialResponsibility) terutama CSR pendidikan. Saya kirasetiap BUMN diwajibkan untuk melakukan CSR. Dari royalti buku yang demikian besar itu, apa rencanaAnda untuk masyarakat Belitong? Semua rencana itu tercakup dalam "Laskar pelangi inaction" Apa untuk mencapai sukses seperti yang Anda nikmatisekarang, kita harus miskin dulu? Bagaimana Andamenjelaskan hal ini? Tidak ada hubungan antara kemiskinan dan kesuksesan.Banyak orang kaya jadi miskin, orang kaya makin kaya,dan orang miskin makin miskin. Tapi yang banyakterjadi adalah adalah orang kaya berwawasan miskin.Hubungan kaya, miskin, dan sukses adalah sematapersoalan integritas, sikap, dan mentalitas Bagaimana kabar A-Ling dan Arai? Di mana merekasekarang? Ikuti cerita mereka di novel terakhir tetralogi LaskarPelangi berjudul Maryamah Karpov yang akan terbit usaipembuatan film Laskar Pelangi. Apakah Anda tak berniat belanjutkan studi ke S3? BerminatProvinsi Kepulauan Bangka Belitong yang kini baruberusia tujuh tahun sejak resmi jadi provinsi tahun2000. Apa yang ingin Anda katakan terhadap jalannyaroda pemerintahan selama 7 tahun itu? Mengelola daerah bukanlah pekerjaan mudah, tak bisadipungkiri, tampak jelas kemajuan sana-sini setelahmenjadi provinsi sendiri. Saya tidak akan bicaraseperti seorang politisi, yang ingin sayakatakan/tanyakan hanya: mengapa ya sepertinya(khususnya di Belitong) makin banyak orang dewasa yangtak pandai mengaji Al-Qur'an? Bagaimana ya agarmasjid-masjid kembali menjadi seperti oase bagianak-anak kecil seperti masa kecil saya dulu? Tanggungjawab pemerintahkah ini? Bagian dari pembangunankahini? Parameter dari kemajuan Babel 7 tahun itukah ini?Saya tak tahu. Dan saya ingin pula menyampaikan bahwa saya telahmengunjungi banyak tempat di Indonesia, namun baru diBelitong saya menjumpai nama asli daerahdibahasaindonesiaka n. Sehingga terkesan konyolmisalnya Aik Kelik menjadi Air Keli (Keliksesungguhnya adalah ikan lele). Saya mengunjungitempat dengan nama yang amat susah ditulis, dieja, dandiucapkan. Di Aceh misalnya Ueleuleu, namun sedikitpunmereka tak merubahnya karena orang Aceh bangga akannama daerahnya. Menurut saya pembangunan di Babelmusti dimulai dari kebanggaan akan identitas kitasendiri, dan saya harap ada kebijakan Pemda Babeluntuk mengembalikan nama daerah ke nama-namaaslinya. Apakah Anda melihat para pejabat masih terkesan eforiapasca menjadi provinsi? Saya jarang menyaksikan tabiat mereka karena sayatinggal di Jawa.Bagaimana penilaian Anda terhadap pembangunan yangdilakukan selama ini, khususnya di Belitong? Sangat baik, saya melihat kemajuan di sana-sini,fisikal terutama, spiritual? Mental? Masih pertanyaanbesar, iklan minuman keras di gerbang kampung saya,kafe-kafe hutan, dan data edukasi saya tadi sajacontohnya. Kabarnya Anda pulang kampong ketika Hari Raya IdulAdha, apa yang Anda lakukan di kampong? Memperbaiki toilet di rumah ibu saya yang meluap-luap,atap bocor di mana-mana Di bidang pendidikan tinggi apakah sudah sangat perludidirikan perguruan tinggi setingkat universitas diBangka Belitong? Diperlukan penelitian lebih lanjut, mendirikanpesantren, pusat studi Islam, tempat orang belajarmengaji saya kira jauh lebih urgent. Setelah Sabron Aidit (almarhum), tampaknya Andapenerus sebagai sastrawan dari Belitong. Saya amat respek pada almarhum tapi saya belum beranimenyebut diri saya ini sastrawan, ada konsekuensibesar menjadi seorang sastrawan yang tak sembarangorang mampu memanggulnya. nBiografi:* Nama: Andrea Hirata* Tempat/tgl lahir: Belitong, 24 OktoberPendidikan* S1 Fak Ekonomi Universitas Indonesia* S2 Economic Theory (European Union Scholarship)Universite de Paris, France (Cum Laude) * S2 Economic Theory (European Union Scholarship)Sheffield Hallam University, United Kongdom, (CumLaude) Pekerjaan: Instruktur di kantor Pusat PT.TelkomBandungHobi: Naik komidi putar Karya:* The Science of Business, Teori Ekonomi dalamPerspektif Telekomunikasi (Penerbit ITB) * Laskar Pelangi (National Best Seller)* Sang Pemimpi (National Best Seller)* Edensor (National Best Seller dan nominatorpenghargaan nasional sastra Khatulistiwa LiteraryAward/KLA 2007) Dimuat dalam Tabloid Metro Bangka Belitung pada EdisiXVI/Tahun II/Minggu I Januari 2008