Setelah lulus SMA di daerahnya – Padang Pariaman, Arman merencanakan pergi ke Bandung untuk melanjutkan pendidikannya di ITB (Institut Teknologi Bandung).
Pagi-pagi Arman mengemas segala kelengkapan. Adik-adiknya juga membantu mengemas apa-apa yang diperlukan nanti di sana.
Setelah selesai berkemas, terjadi perdebatan yang panjang antara Arman, orang tua dan adik-adiknya.
Orang tuanya yang memang sangat berat hati dan sedih berpisah dengan anak laki-laki satu-satunya itu untuk melanjutkan pendidikan di tempat yang jauh dari daerahnya, tidak mau mengantar Arman ke Pelabuhan Teluk Bayur – Padang.
Alasannya, orang tuanya tak tega melepas anak laki-lakinya yang beranjak dewasa itu merantau sendiri di tanah seberang, yang sama sekali belum pernah ia kunjungi. Bermacam-macam kekhawatiran yang dirasakan oleh orang tuanya itu, antara lain bagaimana nanti makannya, bagaimana teman-temannya, dan berbagai bagaimana-bagaimana lain.
Walhasil, dari perdebatan yang panjang, dicapailah kesepakatan , yaitu adik-adiknya saja lah yang akan mengantarkan Arman sampai di Pelabuhan Teluk Bayur – Padang.
Kalau ketika itu di Pelabuhan Teluk Bayur ada lantunan syair lagu “Selamat tinggal Teluk Bayur Permai. Daku ‘kan pergi jauh ke negeri seberang …. . !”, dari penyanyi kondang Erni Djohan maka tentu lengkap keharuan sang adik-adik melepas kakak menuntut ilmu di negeri seberang.
Sesampainya di Bandung, Arman lalu mencari kontrakan mahasiswa yang cukup nyaman untuk belajar.
Singkat ceritera !
Jadilah Arman Mahasiswa ITB.
Suatu ketika Arman berjalan di Taman Kampus.
Sambil berjalan, pikirannya melayang ke kampung halamannya, dia ingat orang tua dan adik-adik tercinta.
Tiba-tiba … “Duug !”, Arman jatuh di kerumunan mahasiswa yang sedang nongkrong.
Salah seorang yang tertimpa tubuh Arman kaget dan langsung menghentakkan tangannya mengenai muka Arman. Arman pun kaget dan kesakitan, tanpa disadari Arman mengucapkan kata : “Sakiek !”.
Mendengar ucapan Arman, serta merta mahasiswa tadi memukul Arman bertubi-tubi. Lagi-lagi Arman berucap : “Sakiek, Sakiek !”.
“Sakiek, katamu ? “Nieh, lagi, bogem mentah dariku ! ”. kata mahasiswa lainnya. Arman tetap mengatakan : “Sakiek, Sakiek, Sakiek !”.
Walaupun kesakitan Arman dapat mengendalikan emosi dengan baik, dia tidak membalas. Malahan sambil menahan sakit, dia minta maaf atas keteledorannya menjatuhi mereka.
Terjadilah keributan, bak benang yang kusut tertiup angin.
Keributan tersebut mengundang perhatian mahasiswa lain yang ada di sana, akhirnya diketahui oleh salah seorang Bapak Dosen. Maka, pak Dosen berusaha mengajak berbicara dengan mereka untuk mencari jalan keluar yang sebaik-baiknya.
Setelah mereka duduk dalam satu meja di ruang yang tertutup, kemudian salah seorang dari sekelompok mahasiswa yang tertimpa tubuh Arman mengatakan bahwa sebenarnya mereka menyadari kalau Arman tidak sengaja.
Namun, yang memicu emosi mereka adalah kata-kata Arman yang dianggap melecehkan, yaitu : “Sakiek !”.
“Sakiek”, menurut bahasa daerah Sunda adalah “Sedikit”. Sedangkan “Sakiek”, menurut bahasa daerah Minang adalah “Sakit”.
Rupanya, ketika itu Arman kesakitan dan mengatakan “sakit”, tetapi diartikan oleh sekelompok mahasiswa tadi dengan bahasa daerah Sunda “sedikit”.
Menurut pengertian sekelompok mahasiswa tadi, lha wong sudah bertubi-tubi dipukul kok masih mengatakan “Sedikit, Sedikit”. “Lha, ini khan pelecehan !”, kata mereka.
Ternayata, inilah yang menjadi pemicunya.
“ Lho, kok …. ?”.
(DILHAMI OLEH PEMBERITAAN PERKELAHIAN ANTAR MAHASISWA DI TV TAHUN 1999)