08 Februari 2008

TEORI-TEORI

A. S I K A P
Sikap (attitude), merupakan pandangan atau kecenderungan mental yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu. Sikap dapat mengarahkan perilaku seseorang. Jadi, sikap itu menentukan reaksi seseorang yang ditampilkan dengan cara baik maupun cara yang buruk.[1]

B. PERILAKU
Dalam dunia pendidikan, “Perilaku” didefinisikan dengan memadukan antara paham holistik dengan paham behavioristik yang saling melengkapi. Aspek intrinsik (niat, tekad) seseorang merupakan faktor penentu untuk menumbuhkan perilaku tertentu, meskipun tidak ada perangsang (stimulus) dari lingkungan (environmentalistik). Sedangkan menurut paham behavioristik menekankan bahwa pola-pola perilaku itu dapat dibentuk melalui proses pembiasaan dan pengukuhan dengan mengkondisikan stimulus (conditioning) dalam lingkungan (environmentalistik).[2]
Perilaku seseorang dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kategori. Pengelompokan tersebut dikenal dengan “Taxonomi Bloom”, yaitu ranah Kognitif, Afektif, dan Psikomotor. Pakar Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantoro, menggunakan istilah cipta (penalaran), rasa (penghayatan), dan karsa (pengamalan). [3]

Secara garis besar Taxonomi Bloom, dijabarkan dalam bentuk tabel sebagai berikut :


THE COGNITIF DOMAIN (KAWASAN KOGNITIF)

THE AFFECTIVE DOMAIN (KAWASAN AFEKTIF)

THE PSYCHOMOTOR DOMAIN (KAWASAN KONATIF)


Knowledge (pengetahuan)
Comprehension (pemahaman)
Application (penerapan)
Analysis (Penguraian)
Synthesis (Memadukan)
Evaluation (Penilaian)


Receiving (Penerimaan)
Responding (Sambutan)
Valuing (Penghargaan)
Organization (Pengorganisasian)
Characterization by Value Complex (Karakterisasi, Internalisasi, Penjelmaan)


Gross Body Movement (Gerakan Jasmaniah Biasa) Finely Coodinated Movement (Gerakan Indah) Non Verbal Communication Sets (Komunikasi Non Verbal) Speech Behavior (Perilaku Verbal)

Menurut Bloom, perilaku adalah tindakan / perbuatan yang layak bagi manusia. Perilaku mengacu pada tindakan atau aktivitas. Perilaku sosial seseorang menggambarkan sistem sikap dalam mengevaluasi obyek positif atau negatif. Unsur perilaku ada 3 (tiga), yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Kognitif mencakup perilaku yang berkenaan dengan aspek inteletualitas seseorang. Terjadinya perilaku di kawasan kognitif belum menjamin timbulnya rasa suka seseorang dalam melakukan sesuatu. Karena itu perubahan perilaku yang berhubungan dengan suka atau tidak suka, senang atau tidak senang termasuk dalam kawasan afektif. Perubahan perilaku pada kawasan psikomotorik terjadi jika seseorang telah melaksanakan apa yang telah menjadi sikapnya.
Schneider dalam Social Psychology mengemukakan juga tentang perilaku. Menurut beliau Perilaku adalah :
“In short, any specific behavior may be affected by a variety of factors. However, fishbein and ajzen do show that attitudes do predict a behavioral index quite well. In their study, religius attitudes predicted specific religius behaviors (e.g. praying before meals) relatively poorly; however any index based on the number of religius behavior engaged in (praying, going to church, etc.) was well predicted by attitudes. There are probably no behavior linked exclusive to single attitudes (and certainly tha reserve is true) one can be relatively sure that people with particular attitudes perform more relevant behaviors consistent with the attitudes but not necessary know which specific behaviors they will perform”.[4]

C. MOTIVASI
Motivasi berarti seni mendorong peserta didik untuk terdorong melakukan kegiatan belajar sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Dalam dunia pendidikan motivasi adalah usaha dari pihak luar dalam hal ini adalah
guru untuk mendorong mengaktifkan dan menggerakkan peserta didiknya secara sadar untuk terlibat aktif dalam proses belajar - mengajar. [5]
Menurut Donald O. Hebb, ada empat cara yang dapat dilakukan setiap guru untuk memotivasi peserta didiknya [6] , yaitu:
1. Arousal, yaitu membangkitkan minat belajar
Dengan arousal guru mencoba menciptakan suasana hati yang menggembirakan, kesiapsiagaan selalu untuk belajar, responsive terhadap tugas-tugas yang diberikan dan tiada hari tanpa belajar.
2. Expectancy (memberikan dan menimbulkan harapan)
Expectancy adalah suatu keyakinan yang secara seketika timbul untuk terpenuhinya suatu harapan yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu kegiatan.
3. Incentives (dorongan semangat atau memberikan sesuatu)
Dorongan semangat atau memberikan sesuatu dapat penghargaan atau tercapainya tujuan belajar kepada peserta didik agar belajar lebih giat dalam belajar dan melakukan kompetisi dengan sesamanya.
4. Punishment (Hukuman)
Dalam suatu percobaan yang dilakukan kepada tiga orang yang sedang belajar bagaimana pengaruh hukuman terhadap diri mereka dapat dituturkan sebagai berikut : Solomon mengadakan tiga macam kegiatan, yaitu pelajaran menjauhkan diri (escape training), pelajaran cara-cara mengindarkan diri (avoidance training) dan prosedur hukuman (punishment procedure). Ketiga macam percobaan ini menggunakan tikus dengan sebuah kotak balapan (start box) sepanjang 1,8 meter atau enam kaki. Pada kedua ujung kotak ini dapat dua jalur, yaitu jalur akhir balapan dan jalur tujuan balapan.
Dalam latihan melepaskan diri (escape) tikus ini diberi shock atau kejuatan secara tiba-tiba begitu pintu kotak start dibuka. Tikus ini dengan cepat belajar menuruni jalur balapan. Dalam latihan menghindarkan diri (awidance Training) diberi waktu selama lima menit mencapai tujuan balapan setelah pintu dibuka. Tikus ini dengan cepat mengindari shock atau kejutan yang diberikan kepadanya. Pada percobaan ketiga, yaitu memberikan hukuman, tikus cobaan ini diajar lari ke tujuan jalur balapan yang ada makanan di sana. Setelah tingkah lakunya mantap, kemudian diberikan kejutan di jalur tujuan dengan panggang daging yang beraliran listrik. Tikus ini dengan cepat belajar tidak bergerak dari tempat start-nya. Dari percobaan ini ada perbedaan yang sangat menarik, yaitu antara melarikan dan mengindarkan diri pada satu pihak dan pada pihak lain dengan hukuman. Pada percobaan golongan pertama, yaitu melepaskan diri dan menghindarkan diri pada satu pihak dan pada pihak lain dengan hukuman. Pada percobaan golongan pertama, yaitu melepaskan diri dan menghindarkan diri, tikus diajar apa yang dilakukannya sedangkan percobaan golongan kedua ia tidak diajar melakukan sesuatu yang harus dilakukannya. Dari hasil percobaan ini kita memperoleh kesamaan antara tikus dengan manusia dalam mengendalikan tingkah lakunya.
Menurut Solomon, bahwa pengaruh hukuman besar sekali terhadap sikap belajar peserta didik, karena umumnya mereka akan berupaya tidak memperoleh hukuman bila hasil belajarnya tidak baik. Secara psikologis semua manusia tidak senang dan menghidarkan diri dari hukuman.

D. B E L A J A R
Pengertian Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamnnya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.[7] Ciri utama orang yang belajar adalah terjadinya perubahan dalam sikap dan perilaku. Perubahan utama itu adalah terbentuknya response atau reaksi terhadap suatu perangsang atau stimulus, baik berupa suara, gerak, rasa, bentuk, gejala dan sebagainya yang diterima oleh alat indera (five senses) melalui sistem persyarafan yang selanjutnya diolah dan disimpulkan oleh simpul syaraf utama yaitu otak, yang terdiri dari 20 milyar sel otak. Setiap sel otak tersebut mempunyai fungsi masing-masing dalam kehidupan psikhis manusia yang selanjutnya tampil dalam bentuk :
S _ O _ R (S = stimulus; O = organisma; R = respons). [8]
Menurut kajian psikologi, bahwa kegiatan belajar adalah kegiatan-kegiatan rukhani yang didukung oleh jasmani. Psikologi berkembang menjadi ilmu pengetahuan mengenai kehidupan mental atau jiwa manusia atau the science of life. Belajar (to learning) berbeda dengan Mengetahui (to know). Belajar (to learning) berarti : Memperoleh ilmu pengetahuan atau penguasaan ilmu melalui pengalaman, memantapkan ilmu ke dalam jiwa atau mengingat, penguasaan ilmu melalui pengalaman, memperoleh ilmu pengetahuan atau mendapat informasi. Adapun Mengetahui (to know) berarti : Menyerap segala sesuatu secara langsung melalui alat indera atau jiwa, memperoleh kejelasan tertentu, memperoleh dan menerima sesuatu yang dulu diragukan, kemampuan membedakan mengenal dan kenal kembali.[9] Dengan demikian belajar adalah memperoleh ilmu pengetahuan melalui pengalaman.

Ada beberapa Definisi Belajar menurut pakar-pakar,[10] sebagai berikut :
E.R. Hilgard dan D.G. Marquis, mendefinisikan belajar sebagai proses mencari ilmu yang terjadi dalam diri seseorang melalui latihan, pembelajaran dan sebagainya, sehingga terjadi perubahan dalam diri. Baik belajar itu dilakukan dalam laboratorium di bawah bimbingan guru atau usaha sendiri dan lingkungan alami dimana proses belajar itu terjadi.
James L. Mursell dalam bukunya Succesful Teaching, berpendapat bahwa belajar adalah upaya yang dilakukan dilakukan dengan mengalami sendiri.
Henry E. Garrett dalam General Psychology, mengatakan bahwa belajar merupakan proses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun pengalaman yang membawa kepada perubahan diri dan perubahan cara mereaksi terhadap suatu perangsang tertentu..
Lester D. Crow dan Aliace Crow, mendefinisikan belajar adalah upaya untuk memperoleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap-sikap.
Robert M. Gagne, mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia yang terjadi setelah belajar secara terus menerus.
Gordon H. Bower and Ernest R. Hilgard, mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri seseorang yang disebabkan oleh situasi tertentu yang terjadi berulang-kali, walaupun sifat masalah dihadapi tidak sama.
J.A. Mc. Geoch melihat bahwa perubahan yang terjadi pada penampilan orang yang belajar dapat diamati dari tingkah laku nya
Definisi yang agak spesifik adalah yang dikemukakan oleh Henry Clay Lindgren. Menurut Lindgren, orang yang belajar akan terbebas dari ilusi dan delusi (angan-angan, khayalan dan kecorobohan). Pengamatannya makin tajam dan mampu melakukan perbedaan secara rasional dan emosional. Orang yang belajar menurut Lindgren akan menghadapi kenyataan hidup ini sebagai suatu masalah yang harus dipecahkan, bukan untuk ditakuti (threats). Ia akan menggunakan pikirannya, tidak egoistis, akan mengembangkan keinginan tahuan yang aktif (an active curiousty), minat serta keinginan yang kuat untuk belajar selanjutnya. Jadi ia tidak akan berhenti belajar setelah ia tahu, tapi rasa ingin tahu selanjutnya disalurkan melalui menambah wawasan intelektualnya.
Tiga orang sarjana Psikologi yaitu Harry F. Harlow (Univ. Wisconsin), James L. McGaugh dan Richard F. Thompson, mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan sebagai hasil dari pengalaman yang diperoleh dan perubahan tersebut relatif menetap dalam diri.
Berelson dan Steiner, mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang terjadi akibat dari pengalaman berdasarkan situasi yang sama pada masa lampau.
Menurut J.P. Chaplin, belajar adalah usaha yang dilakukan untuk mengubah tingkah laku yang relatif tetap melalui pengalaman dan praktek mengenai hal-hal tertentu. Misalnya usaha memperoleh persoalan-persoalan tertentu. Hasil dari praktek pengalaman ini akan mengubah cara berpikir dan mereaksi orang yang bersangkutan.
[1] Eva L. Baker. 1993. Bagaimana Mengajar secara Sistematis. Jakarta : Kanisius : 114.
[2] Abid Syamsudin Makmun. 1999. Psikologi Pendidikan. Bandung : Rosda Karya. 24.
[3] Muhibbin Syah. 1996. Psikologi Pendidikan suatu Pendekatan Baru. Bandung : Rosda Karya. 27.
[4] David J. Scheneider. 1976. Social Psychology. Texas : Addison Wesley Publishing Company.393.
[5] Aminuddin Rasyad. 2003. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : UHAMKA Press. 92.
[6] Rasyad. Ibid. 93 – 101.
[7] Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta. 2.
[8] Rasyad. Op.cit. 23.
[9] Rasyad. Ibid. 105-108.
[10] Ibi. 27-41.

Tidak ada komentar: