Dalam suatu penelitian, kegiatan mengumpulkan data dan kemudian mengolahnya bukanlah pekerjaan yang mudah. Sebab apabila memperoleh data yang salah atau yang tidak sesuai, maka hasil pengolahannya pun akan salah atau tidak sesuai juga. Demikian pula halnya apabila memperoleh data yang tidak memenuhi persyaratan keabsahan (trustworthiness), maka akibatnya terjadi pengulangan pengumpulan data. Oleh karena itu keabsahan data perlu diperiksa.
Untuk memeriksa keabsahan data diperlukan Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data.
Adapun mengenai “Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data”, didasarkan atas sejumlah Kriteria-Kriteria Keabsahan Data.
Kriteria-kriteria Keabsahan Data diperiksa dengan satu atau beberapa Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data, yaitu:
PERPANJANGAN KEIKUTSERTAAN
Yang dimaksud dengan “Perpanjangan Keikutsertaan” adalah : Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data berdasarkan Perpanjangan Keikutsertaan Peneliti di dalam pengumpulan data, yaitu “Apakah Peneliti melakukan perpanjangan waktu, terus menerus atau tidak !?!”
Penjelasannya, sebagai berikut :
Peneliti, di dalam Penelitian Kualitatif adalah “Instrumen” itu sendiri. Oleh karena itu di dalam pengumpulan data, perpanjangan keikutsertaan Peneliti sangat menentukan.
Sebab Perpanjangan Keikutsertaan di dalam pengumpulan data akan memungkinkan kredibilitas data yang dikumpulkan. [1]
Mengapa demikian ?
Sebab, dengan Perpanjangan Keikutsertaannya, Peneliti akan lebih mudah berorientasi dengan situasi dan kondisi lingkungan dimana data akan dikumpulkan. Selain itu, Peneliti mempunyai banyak kesempatan untuk mempelajari “Kebudayaan” mereka.
Dengan demikian Peneliti dapat menguji ketidak benaran data. [2]
Sebagai contohnya :
Pengumpulan data tentang Suku Jawa dengan salah satu Falsafahnya “Alon-alon Waton Kelakon” [3] (Lambat-lambat Asal Tercapai, Takkan Lari Gunung Dikejar).
Berdasarkan data yang terkumpul, Falsafah ini dimaknai sebagai ungkapan orang yang suka malas-malasan, orang yang lamban, orang yang tidak maju, orang yang statis, orang yang pasif, dan sejenisnya.
Apabila Peneliti melakukan Perpanjangan Keikutsertaannya di dalam pengumpulan data penelitian, maka Peneliti akan mempunyai kesempatan untuk menguji data “Apakah data yang diperolehnya itu benar ataukah ada penyelewengan dan penyalahgunaan !?!”.
Sebab, dengan Perpanjangan Keikutsertaannya, Peneliti mempunyai peluang untuk membangun kepercayaan dengan Informan atau Responden serta masyarakat dimana data akan dikumpulkan.[4]
Apalagi ketika tinggal di lapangan Peneliti menanggalkan “Etnosentrisme”nya, maka hal ini akan lebih mempermudah Peneliti untuk masuk ke komunitas mereka di dalam membangun kepercayaan dengan mereka.[5]
Bangunan kepercayaan itu sangat penting, karena merupakan alat untuk mencegah usaha coba-coba, berdusta, menipu, berpura-pura dari Informan atau Responden. [6]
KETEKUNAN PENGAMATAN
Yang dimaksud dengan Ketekunan Pengamatan adalah :
Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data berdasarkan “Seberapa tinggi derajat ketekunan peneliti di dalam melakukan kegiatan pengamatan !?!”.
“Ketekunan” adalah sikap mental yang disertai dengan ketelitian dan keteguhan di dalam melakukan pengamatan untuk memperoleh data penelitian.
Adapun “Pengamatan”, merupakan proses yang kompleks, yang tersusun dari proses biologis (mata, telinga) dan psikologis (daya adaptasi yang didukung oleh sifat kritis dan cermat).[7]
Berdasarkan penjelasan tersebut dapatlah dipahami bahwa tanpa ketekunan di dalam melakukan kegiatan pengamatan, maka kemungkinan Peneliti tidak akan memperoleh data yang benar.
TRIANGULASI
Yang dimaksud dengan Triangulasi [8]adalah :
Teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data yang telah dikumpulkan [9]
Penjelasannya sebagai berikut :
Apabila Peneliti sudah memperoleh data, maka Peneliti memeriksakan kebenaran data yang telah diperolehnya itu kepada pihak-pihak lain yang dapat dipercaya.
Di dalam buku Lexy J. Moleong yang berjudul “Metodologi Penelitian Kualitatif”, dinyatakan bahwa Denzin (1978) membagi Triangulasi menjadi empat (4).
Empat (4) Triangulasi yang dimaksud itu adalah :
1. Triangulasi dengan Sumber
2. Triangulasi dengan Metode
3. Triangulasi dengan Penyidik
4. Triangulasi dengan Teori
[1] Usman, Husaini, “Metodologi Penelitian Sosial”, (Jakarta : Bumi Aksara, 2003), 88.
[2] Moleong, Lexy, J, Op.Cit, 176.
[3] Sutrisno, “Falsafah Hidup Pancasila, sebagaimana tercermin dalam Falsafah Hidup Orang Jawa”, (Yogjakarta : Lembaga Pengembangan Masyarakat, 1977), 44, menjelaskan bahwa Falsafah “Alon-alon waton kelakon” (Lambat-lambat Asal Tercapai, Takkan Lari Gunung Dikejar) merupakan “Sikap Mental” Suku Jawa di dalam melakukan suatu pekerjaan. Agar pekerjaan yang dilakukan dapat memberikan hasil yang baik dan maksimal sesuai dengan yang diharapkan, maka perlu digunakan Perencanaan yang matang, Ketelitian dan Ketekunan serta Kebijaksanaan di dalam memberdayakan potensi diri.
[4] Singarimbun, Masri, “Metode Penelitian Survai”, (Jakarta : LP3S, 1998), 201.
[5] Gulo, W, “Metodologi Penelitian”, (Jakarta : Grasindo, 2004), 114.
[6] Moleong, Lexy, J, Op.Cit, 177.
[7] Kartono, Kartini, “Pengantar Metodologi Riset Sosial”, (Bandung : Mandar Maju, 1990), 159.
[8] Alwasilah, A, Chaedar, “Pokoknya Kualitatif”, (Bandung : Kiblat Buku Utama, 2003), 150, menjelaskan bahwa Istilah “Triangulasi” berasal dari dunia Navigasi dan “Strategi Militer”, yakni kombinasi metodologi untuk memahami suatu fenomena.
[9] Moleong, Lexy, J, Op.Cit, 178.
Penjelasannya, sebagai berikut :
Ø TRIANGULASI DENGAN SUMBER
Yang dimaksud dengan Triangulasi dengan Sumber, adalah :
Melakukan perbandingan, pengecekan kebenaran dan kesesuaian data penelitian melalui “Sumber” yang berbeda.[1]
Misalnya :
Membandingkan data yang dihasilkan dari Sumber : Guru, Pemerintah atau Birokrat, dan Masyarakat
Guru, Pemerintah atau Birokrat, dan Masyarakat diminta untuk memberikan pendapat mengenai Gagasan Menteri Pendidikan Nasional (MENDIKNAS) yang akan meng-hapus Peraturan mengenai pemakaian Seragam Sekolah bagi seluruh Siswa-Siswi atau Pelajar Indonesia.
Ø TRIANGULASI DENGAN METODE
Yang dimaksud dengan Triangulasi dengan Metode, adalah :
Melakukan perbandingan, pengecekan kebenaran dan kesesuaian data penelitian melalui “Metode” yang berbeda.[2]
Misalnya :
Membandingkan data yang dihasilkan dari Metode Wawancara dengan Metode Angket.
Ø TRIANGULASI DENGAN PENYIDIK
Yang dimaksud dengan Triangulasi dengan Penyidik, adalah :
Melakukan perbandingan, pengecekan kebenaran dan kesesuaian data penelitian melalui Peneliti atau Pengamat lain, maupun Orang-orang yang Lebih Ahli.
Selain itu, Peneliti dapat juga melakukan perbandingan dan pengecekan hasil pekerjaan Analis yang satu dengan hasil pekerjaan Analis lainnya.[3]
Misalnya :
Ahli Antropologi, Ahli Sosiologi, Hasil pemeriksaan darah dari suatu agen (agent) Analis yang satu dengan agen (agent) Analis lainnya.
Ø TRIANGULASI DENGAN TEORI
Yang dimaksud dengan Triangulasi dengan Teori, adalah :
Melakukan perbandingan, pengecekan kebenaran dan kesesuaian data penelitian melalui “Teori” [4].
Misalnya :
Mengenai Data tentang Kegemaran orang Jawa pada zaman dahulu.
Seorang Peneliti memperoleh data bahwa pada zaman dahulu pada umumnya gigi orang Jawa itu masih utuh dan kuat, walaupun sudah sampai tua karena mereka terbiasa mengunyah “Daun Sirih” sejak kanak-kanak.
Untuk meneliti keabsahan datanya, maka penting sekali mencari penjelasan pembanding. Hal ini dapat dilakukan dengan logika atau dengan melakukan usaha pencarian data yang mengarah pada penjelasan tadi.
Secara logika dilakukan dengan jalan memikirkan kemungkinan logis, dan kemudian melihat apakah kemungkinan-kemungkinan itu ditunjang atau didukung oleh data [5].
Apabila Peneliti menemukan bukti yang cukup kuat terhadap penjelasan logika, maka data yang didapat itu memenuhi keabsahannya.
PENGECEKAN SEJAWAT
Yang dimaksud dengan Pengecekan Sejawat, adalah :
Melakukan perbandingan, pengecekan kebenaran dan kesesuaian data penelitian melalui diskusi dengan “Teman Sejawat atau Se-profesi” dengan harapan Teman Sejawat atau se-profesi tersebut memberikan masukan, saran, kritik dan tanggapan terhadap data-data penelitian yang telah dikumpulkan oleh Peneliti. [6]
Menurut Lexy J. Moleong di dalam bukunya “Metodologi Penelitian Kualitatif” pada halaman 180, menyatakan bahwa tidak ada formula atau rumus yang pasti tentang bagaimana caranya melakukan diskusi.
Selanjutnya, beliau menjelaskan bahwa untuk menjaga suasana diskusi antara Peneliti dengan Teman Sejawat atau Se-profesi-nya itu, maka sebaiknya Peneliti memperhatikan hal-hal di bawah ini :
Memilih Teman Sejawat atau Se-profesi yang memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam bidang yang akan di-diskusi-kan.
Memilih Teman Sejawat atau Se-profesi yang usianya tidak terlalu muda dan juga tidak terlalu jauh lebih tua.
Memilih Teman Sejawat atau Se-profesi yang bukan dari orang yang mempunyai kewenangan, kekuasaan, atau orang yang disegani.
KECUKUPAN REFERENSIAL
Yang dimaksud dengan Kecukupan Referensial, adalah :
Melakukan perbandingan, pengecekan kebenaran dan kesesuaian data melalui kecukupan alat-alat bantu yang digunakan oleh Peneliti di dalam pengumpulan data.
Alat-alat Bantu itu antara lain : tape recorder, tustel, video, dan sebagainya.[7]
Alat-alat bantu, merupakan salah satu hal yang sangat mendukung di dalam pengumpulan data. Oleh karena itu apabila kecukupan alat-alat bantu di dalam melakukan pengumpulan data terpenuhi, maka alat-alat bantu dapat dijadikan sebagai salah satu teknik untuk menguji keabsahan data.
KAJIAN KASUS NEGATIF
Yang dimaksud dengan Kajian Kasus Negatif, adalah :
Melakukan perbandingan, pengecekan kebenaran dan kesesuaian data melalui Kajian Kasus-kasus Negatif. [8]
Misalnya :
Dalam suatu Pelatihan Instruktur “Budi Pekerti” tahun 2004 selama empat hari di Kantor Pendidikan Nasional (DIKNAS) , ada sebagian peserta yang mengikuti pelatihan sampai selesai dan ada yang meninggalkan pelatihan sebelum waktunya selesai.
Ini, merupakan kasus.
Kasus Negatif diangkat dan dikaji.
PENGECEKAN ANGGOTA
Yang dimaksud dengan Pengecekan Anggota, adalah :
Melakukan perbandingan, pengecekan kebenaran dan kesesuaian data melalui tanggapan para anggota yang terlibat dalam proses pengumpulan data.[9]
Para anggota yang terlibat dalam proses pengumpulan data yang dimaksud adalah para Informan atau Responden.
Mereka itu diminta untuk memberikan tanggapannya terhadap data yang telah dikumpulkan oleh Peneliti.
Tanggapan dari mereka itu diperlukan untuk , antara lain :
v Menghindari salah tafsir terhadap jawaban Informan atau Responden.
v Menghindari salah tafsir terhadap perilaku Informan atau Responden.
Misalnya :
Mengenai data Etnografi “Suku Dani”- di lembah Baliem – Papua.
Ketika data penelitian telah terkumpul, maka peneliti meminta tanggapan kepada para Informan atau Responden terhadap data-data tersebut.
[1] Moleong, Lexy, J, Ibid, 179.
[2] Usman, Husaini, Loc.Cit.
[3] Moleong, Lexy, J, Loc.Cit..
[4] Moleong, Lexy, J, Ibid.
[5] Moleong, Lexy, J, Ibid.
[6] Usman, Husaini, Loc.Cit.
[7] Usman, Husaini, Loc.Cit..
[8] Moleong, Lexy, J, Loc.Cit.
[9] Usman, Husaini, Op.Cit, 89. Istilah ini lazim disebut dengan Member Checking.
URAIAN RINCI (THICK DESCRIPTION)
Yang dimaksud dengan Uraian Rinci (Thick Description) adalah :
Melakukan perbandingan, pengecekan kebenaran dan kesesuaian data berdasarkan uraian data yang telah disusun oleh peneliti “Apakah uraian datanya itu rinci atau tidak !?!”
Agar uraian data-nya rinci, maka Peneliti sangat perlu menyediakan data-data yang cukup. [1] Moleong, Lexy, J, Op.Cit, 183.
Misalnya :
Mengenai Data penelitian “Suku Trunyan” di Bali.
Untuk memenuhi keabsahan data-nya, maka data yang telah terkumpul harus disusun atau diuraikan secara rinci. Di dalam penelitian Antropologi, suatu data dianggap rinci apabila sesuai dengan format penyusunan data Antropologi, yaitu yang disebut dengan “Kerangka Etnografi”.
Menurut Posman Simanjuntak dalam buku Antropologi, Kerangka Etnografi untuk menyusun data-data penelitian, adalah sebagai berikut :
o Bagian 1 : Lokasi, Lingkungan Alam dan Demografi :
Bagian ini memaparkan secara rinci tentang lokasi dan penyebaran Suku Trunyan, Ciri-ciri Iklimnya, Sifat Daerahnya, Suhu dan Curah Hujannya, Geologi dan Geomorfologi, Ciri-ciri Flora dan Faunanya.
o Bagian 2 : Asal Mula dan Sejarah Suku Bangsa :
Bagian ini memaparkan secara rinci tentang mitologi suku tersebut, biasanya berupa dongeng-dongeng suci tentang penciptaan alam, tentang penciptaan dan penyebaran manusia oleh Dewa-Dewa dalam religi asli.
o Bagian 3 : Bahasa :
Bagian ini memaparkan secara rinci tentang bahasa atau sistem perlambangan untuk berkomunikasi secara lisan maupun tulisan.
o Bagian 4 : Sistem Teknologi :
Bagian ini memaparkan secara rinci tentang cara mem-produksi, memakai dan memelihara segala perlatan hidup.
o Bagian 5 : Sistem Mata Pencaharian :
Bagian ini memaparkan secara rinci tentang sistem ekonomi yang terbatas pada sistem yang bersifat tradisional saja. Misalnya : berburu dan meramu, beternak, bercocok tanam di ladang, menangkap ikan, bercocok tanam menetap dengan irigasi, sistem produksi, sumber alam, sistem distribusi dan proses konsumsi.
o Bagian 6 : Organisasi Sosial
Bagian ini memaparkan secara rinci tentang organisasi sosial yang mengatur adat istiadat. Misalnya : sistem kekerabatan, sistem pemerintahan desa, tokoh-tokoh masyarakat, pemimpin agama, dan lain-lain, pembagian kerja dalam komunitas, berbagai aktivitas kerja sama
atau gotong-royong, sikap pemimpin terhadap rakyatnya, masalah wewenang dan kekuasaan.
o Bagian 7 : Sistem Pengetahuan :
Bagian ini memaparkan secara rinci tentang teknologi dan kepandaian tertentu, himpunan pengetahuan tentang alam, tumbuh-tumbuhan, binatang, benda dan manusia sekitarnya.
o Bagian 8 : Kesenian :
Bagian ini memaparkan secara rinci tentang bagaimana menghasilkan seni sebagai ekspresi hasrat suku tersebut akan keindahan.
o Bagian 9 : Sistem Religi :
Bagian ini memaparkan secara rinci tentang bagaimana suku tersebut memelihara emosi keagamaan, yang meliputi sistem keyakinan, sistem upacara keagamaan.
[1] Moleong, Lexy, J, Op.Cit, 183.
AUDITING
Yang dimaksud dengan Auditing, adalah :
Melakukan perbandingan, pengecekan kebenaran dan kesesuaian data melalui proses pemeriksaan data secara sistematis.
Auditing dilakukan oleh pihak luar, baik secara Individual (Perorangan) atau Tim (Kelompok) yang Independent dan tidak berkepentingan dengan hasil penelitian.
Suatu data penelitian dapat di audit apabila dilengkapi dengan catatan-catatan pelaksanaan keseluruhan proses pengumpulan data.[1]
Dalam penelitian Kualitatif, Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data untuk memenuhi Kriteria Kebergantungan (Dependability), dan Kriteria Kepastian (Confirmability) dapat dilakukan dengan “Audit Trail” (Penelusuran Pemeriksaan).
Di dalam buku Lexy J. Moleong yang berjudul Metodologi Penelitian Kualitatif , halaman 184, dinyatakan bahwa pelaksanaan Audit Trail dapat mengikuti tahap-tahap yang sesuai dengan yang disarankan oleh Halpern.[2]
Tahap-tahap yang disarankan oleh Halpern itu, sebagai berikut :
(1). Tahap Praentri (Pre-Entry)
(2). Tahap Penetapan yang dapat di Audit
(3). Tahap Kesepakatan Formal (Persetujuan Resmi)
(4). Tahap Penentuan Keabsahan Data
(5). Tahap Mengakhiri Auditing (Clousure)
[1] Moleong, Lexy, J, Loc.Cit..
[2] Usman, Husaini, Loc.Cit.
Penjelasannya :
(1). TAHAP PRAENTRI (PRE-ENTRY)
Yang dumaksud dengan Tahap Praentri (Pre-Entry), adalah :
Tahap dimana Auditor melakukan pertemuan dengan Auditi. Di dalam pertemuan tersebut Auditi menjelaskan secara rinci cara pencatatan yang telah dilakukannya selama penelitian.[1]
(2). TAHAP PENETAPAN YANG DAPAT DI AUDIT
Yang dimaksud dengan Tahap Penetapan Yang Dapat di audit, adalah :
Tahap dimana Auditor membuat ketetapan mengenai data-data yang dapat di audit.[2]
Oleh karena itu Peneliti harus menyediakan segala sesuatu yang diperlukan oleh Auditor, misalnya : Pencatatan hasil Pengamatan, Wawancara, Rekaman Kaset, Video.
(3). TAHAP KESEPAKATAN FORMAL (PERSETUJUAN RESMI)
Yang dimaksud dengan Tahap Kesepakatan Formal (Persetujuan Resmi), adalah :
Tahap dimana antara Auditor dengan Auditi mengadakan kesepakatan secara tertulis yang mencakup antara lain : batas waktu dan tempat pelaksanaan audit.[3]
(4). TAHAP PENENTUAN KEABSAHAN DATA
Yang dimaksud dengan Tahap Penentuan Keabsahan Data
, adalah :
Tahap dimana Auditor menentukan Keabsahan Data untuk memenuhi kriteria Kebergantungan (dependability) dan Kepastian (confirmability).
Adapun Audit terhadap Kebergantungan (dependability), dapat dilakukan dengan cara :[4]
Ø Menelaah sejauhmanakah Peneliti mengakhiri kegiatan pengumpulan data!?!
Ø Menelaah sejauhmanakah perilaku Auditi dipengaruhi oleh persoalan praktis. Misalnya : Pengaruh Sponsor Penelitian.
Ø Menelaah sejauhmanakah Auditi menemukan Kasus Negatif dan Data Positif !?! . Apabila diketemukan Auditi bekerja sama dengan Informan atau Responden, maka hal ini perlu dicatat.
Ø Menelaah sejauhmanakah pengaruh perasaan (Emosi) dari Auditi.
Adapun audit terhadap Kepastian (confirmability) dapat dilakukan dengan cara :[5]
Ø Memastikan apakah hasil penemuan Auditor itu benar-benar dari data lapangan.
Ø Memastikan derajat ketelitian Auditi.
Ø Memastikan sejauhmanakah kegiatan Auditi dalam menggunakan Triangulasi, Analisis Kasus Negatif.
(5). TAHAP MENGAKHIRI AUDITING (CLOUSER)
Yang dimaksud dengan Tahap mengakhiri auditing (clouser), adalah : Tahap dimana Auditor mengakhiri audit-nya.
Sebagai tanda bahwa auditing telah berakhir adalah Auditor telah menuliskan laporan hasil pemeriksaannya itu.[6]
[1] Moleong, Lexy, J, Ibid, 184.
[2] Moleong, Lexy, J,Ibid, 185.
[3] Moleong, Lexy, J, Ibid, 186.
[4] Moleong, Lexy, J, Ibid
[5] Moleong, Lexy, J, Ibid, 187.
[6] Moleong, Lexy, J, Ibid.
REFERENSI
Alwasilah, A, Chaedar, “Pokoknya Kualitatif”, Jakarta : Kiblat Buku Utama, 2003
Gulo, W, “Metodologi Penelitian”, Jakarta : Grasindo, 2004
Kartono, Kartini, “Pengantar Metodologi Riset Sosial”, Bandung : Mandar Maju, 1990
Moleong, Lexy, J, “Metodologi Penelitian Kualitatif”, Bandung : Rosda Karya, 2001
Singarimbun, Masri, “Metode Penelitian Survai”, Jakarta : LP3S, 1998
Sutrisno, “Falsafah Hidup Pancasila, sebagaimana tercermin dalam Falsafah Hidup Orang Jawa”, Yogjakarta : Lembaga Pengembangan Masyarakat, 1977
Usman, Husaini, “Metodologi Penelitian Sosial”, Jakarta : Bumi Aksara, 2003
Tidak ada komentar:
Posting Komentar