09 Februari 2008

SEBUAH KEWAJIBAN ???????????????

Telah kita sadari bersama bahwa sebutan "Guru" merupakan sebutan yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia dari semua golongan usia, mulai dari anak-anak TK sampai dengan orang tua bahkan para pemuda dan remaja.
Dalam ungkapan Jawa, "Guru"adalah figur manusia yang harus di "gugu" dan di "tiru". Begitu melekatnya sebutan digugu dan ditiru ini, sehingga mereka tidak menyadari bahawa guru adalah manusia juga. Sebagai manusia, tentu saja guru memiliki kelebihan dan kekurangan sebagaimana layaknya manusia lainnya.
Sebagai tenaga profesional edukatif, Guru mengemban tugas dan tanggung jawab terhadap pendidikan keimanan, moral (akhlak), intelektual, psikologi , fisik, sosial dan seksual. Atau dengan kata lain Guru harus memperhatikan aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
Ini artinya bahwa Guru, dituntut untuk tidak saja sebagai pengajar, akan tetapi juga sebagai pendidik. Guru sebagai pendidik harus bisa mendorong, membimbing dan membantu anak didiknya ke arah kedewasaan yang diharapkan serta mampu membentuk kepribadian dan akhlak yang baik sehingga anak didiknya memperoleh aktualisasi ke arah kedewasaan sebagaimana yang didambakan oleh keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Demikian besarnya jasa guru dalam membentuk manusia yang berkualitas, sehingga layaklah apabila guru mendapat gelar sebagai "PAHLAWAN TANPA TANDA JASA".
Dalam kaitannya dengan semakin pesat berkembangnya Ilmu dan Teknologi serta majunya arus Globalisasi, maka bertambah berat pula tugas guru dalam dunia pendidikan. Baik pendidikan formal maupun pendidikan non formal dan pendidikan in formal, pendidikan fisik maupun pendidikan non fisik (spiritual), baik sebagai pendidik di depan kelas ataupun tampil di tengah-tengah masyarakat. Jadi Guru itu memang harus bebar-benar menjadi tauladan dalam segala hal.
Dalam hal keteladanan, Guru merupakan figur sentral yang paling utama bagi masyarakat dan terutama bagi anak didik. Oleh sebab itu, hendaknya seorang Guru selalu menghindari hal-hal yang negatif. Akan tetapi pada kenyataannya masih banyak Guru yang belum berperilaku sebagai pendidik, masih belum dapat dijadikan orang yang digugu dan ditiru atau dijadikan suri tauladan. Misalnya : terhadap suatu larangan untuk siswa, tetapi dilakukan oleh Guru, yaitu antara lain : duduk di meja, merokok, berpakaian tidak sopan, makan sambil bicara, memberi dengan menggunakan tangan kiri, dengan teman guru hanya memanggil namanya saja, malah ada Guru yang memperkosa anak didiknya, ada juga Guru yang berantem, ada Guru menjadi pengedar shabu-shabu dan penjual obat-obat terlarang lainya serta perilaku lain yang seharusnya tidak dilakukan oleh seorang yang berpredikat sebagai Guru.
Akibat dari itu, tentu saja tidak dapat disalahkan sepenuhnya apabila terjadi kenakalan-kenakalan sebagaimana yang terjadi pada akhir-akhir ini melalui tayangan Televisi, berita-berita dari koran ataupun dari media cetak serta media eletronik lainnya.
Kenakalan-kenakalan yang dimaksud antara lain adalah mengenai perilaku anak-anak yang semakin menjadi lebih tidak terarah dan bahkan mengarah ke brutalisme, terutama anak-anak remaja. Bahkan dibeberapa daerah sering terjadi tawuran pelajar antar sekolah, yang tak jarang sampai menelan korban jiwa, bahkan ada yang sampai memacetkan lalu lintas. Putaw dan obat-obat terlarang berkembang dengan cepat di kalangan anak remaja putera maupun puteri. Ketergantungan terhadap obat terlarang pun menjadi agenda tambahan yang harus diperhatikan. Belum lagi perilaku remaja puteri yang menjadikan mal-mal sebagai terminal mereka sepulang sekolah dan melakukan perilaku negatif.
Untuk mengatasi atau memperbaiki keadaan yang demikian itu, maka hal yang patut dilakukan antara lain adalah ketauladanan, menciptakan lingkungan belajar yang baik. Atau ada juga alternatif lain yaitu Pelaksanaan Pendidikan Secara Terpadu.
Dalam kaitannya dengan keteladanan Guru, maka memperbaiki Perilaku Guru. Adalah sesuatu yang kewajiban.

Tidak ada komentar: