Tafsir al-Azhar ditulis oleh HAMKA ketika beliau berada dalam penjara karena tuduhan ikut terlibat menyelenggarakan rapat gelap untuk percobaan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno. Metode tafsir yang digunakannya adalah kombinasi dari metode tafsir Tahlili dengan metode tafsir Ijmali.
Tafsir Al-azhar ini terdiri dari tiga puluh jilid buku yang terdiri dari tiga puluh juz. Secara keseluruhan ditulis berurutan dari juz satu sampai dengan juz tiga puluh.
Setiap jilid buku yang ditulis itu, HAMKA selalu memberi sajian awalnya dengan Daftar Isi kemudian Pendahuluan. Khusus untuk juz tiga puluh, HAMKA memberikan sajian awalnya dengan memberikan Kata Pengantar, baru kemudian Daftar Isi dan Pendahuluan. Daftar isinya itu merupakan judul-judul pembahasan. Sedangkan Pendahuluannya adalah kesimpulan dari ayat-ayat yang akan ditafsirkan.
Setiap pembahasan ayat-ayatnya HAMKA membuat suatu pola atau acuan penafsiran dengan sistematika awalnya selalu dilengkapi nama surat serta tempat turunnya ayat, dalam tulisan dan bahasa Indonesia. Kemudian di bawahnya dituliskan bunyi ayat-ayatnya dalam bentuk tulisan Arab berikut artinya dalam bahasa Indonesia.
Penafsiran terhadap ayat-ayatnya itu HAMKA sangat memperhatikan urutan dan rangkaian ayat-ayatnya, yakni dari satu ayat ke ayat berikutnya. Di dalam memberikan pembahasannya HAMKA mengutip sebagian pendapat ulama yang dianggap relevan. Selain itu pada umumnya adalah hasil pemikiran HAMKA sendiri.
HAMKA dalam menafsirkan ayat-ayatnya tampak sangat peduli terhadap konteks dan kondisi zaman. Selain itu HAMKA berupaya menggali petunjuk al-Qur’an mengenai persoalan-persoalan kontemporer yang dihadapi umat Islam ketika buku tafsir itu disusun.
Corak ini menitik beratkan penjelasan ayat-ayat Al-Qur’an yang dibahasnya itu pada segi ketelitian susunan kata atau redaksi bahasanya, kemudian kandungannya dalam suatu susunan kata yang sederhana dan enak untuk dibaca. Namun demikian tetap menonjolkan aspek ajaran al-Qur’an bagi kehidupan serta menghubungkan pengertian ayat-ayat yang dibahasnya itu dengan sunatullah yang berlaku dalam masyarakat.
Tidak lupa HAMKA melengkapinya dengan asbabun nuzul yang menjadi latar belakang atau sebab turunnya ayat. Selain itu HAMKA juga menyajikan munasabah terhadap ayat-ayat yang ditafsirkannya.
Karena susunan kata dan rangkaian kalimatnya yang sederhana, maka Tafsir al-Azhar sangat mudah dimengerti dan dipahami oleh siapapun pembacanya. Itulah sebabnya Tafsir al-Azhar ini sangat menarik untuk dibaca berulang-ulang.
Jika kita telah membacanya berulang-ulang, maka semakin lama semakin kita sadari bahwa tafsir ini bermaksud memahami pernyataan-pernyataan al-Qur’an sehingga bisa membawa kepada perbuatan dalam rangka merealisasikan misi al-Qur’an sebagai hudan wa rahmatan.
Ada hal yang menarik dari Tafsir Al-Azhar ini, yaitu bahwa Tafsir Al-Azhar berawal dari ceramah-ceramah di depan umum dan kemudian dirumuskan dalam bentuk tulisan. Karenanya tidaklah mengherankan jika muatan tafsir ini bersifat komunikatif dan memiliki kaitan yang sangat dekat dengan kebutuhan masyarakat yang menjadi sasaran ceramah tafsir tersebut.
Sebagai seorang yang memiliki banyak pengalaman di berbagai bidang, HAMKA memang pandai membaca situasi dan kondisi. Karena itulah tidak mengherankan pula jika muatan tafsirnya sangat memperhatikan situasi dan kondisi yang terjadi ketika itu. Dengan demikian tafsir ini memang tepat dipergunakan sebagai salah satu rujukan dalam upaya mendaya gunakan al-Qur’an.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar