Kebutuhan manusia itu bermacam-macam. Ada kebutuhan yang bersifat Kebendaan , misalnya : Kebutuhan Sandang (Pakaian), Kebutuhan Pangan, Kebutuhan Papan (Tempat Tinggal), dan lain-lain.
Ada juga kebutuhan yang bersifat Kerukhanian, misalnya : Pergaulan, Kasih Sayang, Keamanan, Pendidikan , dan lain-lain.
Perihal Pendidikan ini telah difirmankan Allah SWT dalam :
Q.S. al-“Alaq (96) : 1- 5 :
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan (1)
“Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah”(2)
“Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah” (3)
“Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan Kalam” (4)
“Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya” (5) [1]
Apabila kita membaca ayat di atas, maka dapatlah dipahami betapa utamanya dan pentingnya Pendidikan itu.
Perintah untuk “membaca” dalam ayat di atas merupakan perintah kepada seluruh umatnya.
“Membaca” adalah sarana untuk belajar dan kuncinya adalah ilmu pengetahuan, baik secara etimologis berupa membaca huruf-huruf yang tertulis dalam buku-buku, maupun terminologis, yakni membaca dalam arti yang lebih luas.
Maksudnya, membaca alam semesta (ayatul – kaun).
Seperti diungkapkan dalam sebuah syair : [2]
Bacalah isyarat alam semesta yang diciptakan untukmu
Niscaya akan kamu dapatkan.
Sesungguhnya selain Allah adalah batil [3]
Kata “Kalam” disebut dalam ayat di atas, lebih memperjelas makna hakiki membaca, yaitu sebagai alat belajar.
Kemudian di dalam Q.S. al-Qalam : 1 :
“Nuun, Demi Kalam dan apa yang mereka tulis”, mengisyaratkan Bahwa Allah SWT bersumpah dengan kata yang amat penting itu, yaitu “Kalam”. Dengannya, Ilmu dapat ditransfer dari individu ke individu, dari generasi ke generasi, atau dari umat ke umat yang lain. [4]
Untuk mewujudkannya itu manusia dituntut menciptakan sesuatu yang dinamis, efektif, dan dapat mengantarkannya pada kebahagiaan hidup di dunia dan kebahagiaan hidup di akherat. Cara mewujudkannya itu tentunya dapat dilakukan melalui Pendidikan.
Salah satu sarana dan prasarana yang dapat menunjang kelancaran pelaksanaan Pendidikan adalah suatu lembaga resmi yang telah terorganisir secara teratur, konsisten dan sistematis, yaitu suatu Organisasi Formal.
Organisasi Formal yang bergerak di dalam Pendidikan lazim disebut dengan Sekolah.
Dalam buku yang disusun oleh Sutarto yang berjudul “Dasar-Dasar Organisasi”, Herbert G. Hicks menyatakan bahwa ada pembedaan organisasi menurut Dasar Tingkat Kepastian Struktur.
Pembedaan organisasi menurut Dasar Tingkat Kepastian Struktur,[5] yaitu :
Organisasi Formal
Ciri-ciri Organisasi Formal, sebagai berikut :
Mempunyai struktur yang dinyatakan dengan baik yang dapat menggambarkan hubungan-hubungan, diantaranya adalah wewenang, kekuasaan, akuntabilitas, dan tanggung jawab.
Mempunyai perincian pekerjaan yang jelas bagi tiap-tiap anggota.
Ada kerja sama dan aturan-aturan yang jelas dan tersusun rapi.
Jenjang tujuan organisasi formal dinyatakan dengan tegas dan dikontrol secara baik.
Organisasi formal tahan lama dan terencana.
Organisasi Formal terdiri dari beberapa unsur yang tersebut di atas tidak dapat dipisahkan, saling berkaitan.
Organisasi Informal
Ciri-ciri Organisasi Informal, sebagai berikut :
Disusun secara bebas, fleksibel, tak pasti, dan spontan.
Dari uraian di atas dapatlah diambil suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan Organisasi Formal adalah suatu sistem mengenai segala aktivitas kerjasama yang teratur dan efektif untuk mewujudkan atau mencapai tujuan yang diinginkan, di bawah suatu kepemimpinan bersama dengan alat-alat yang tepat.
Sedangkan yang dimaksud dengan Organisasi Informal adalah segala aktivitas yang keanggotaannya bebas, fleksibel dan tak pasti.
Dalam buku yang sama dengan yang telah disebutkan di atas, Sutarto menjelaskan bahwa pengertian Organisasi Formal adalah rangkaian aktivitas menyusun suatu kerangka yang menjadi wadah bagi segenap kegiatan dengan jalan membagi dan mengelompokkan pekerjaan-pekerjaan yang harus dilaksanakan, serta menetapkan dan menyusun jalinan hubungan kerja.[6]
Sebagai Organisasi Formal, Sekolah harus dilengkapi dengan berbagai sarana yang diwujudkan dalam bentuk Gedung Sekolah, Sarana dan Prasarana, Perlengkapan Belajar-Mengajar, Proses atau Kegiatan Belajar-Mengajar, Materi Belajar-Mengajar, Guru-Guru, Siswa-Siswa, Pimpinan Sekolah (Kepala Sekolah), Kurikulum Sekolah, dan segala sesuatu yang menunjang keberlangsungan sekolah.
Untuk merealisasikan terselenggaranya “Kegiatan Pendidikan Formal”, maka diperlukan suatu Organisasi Formal yang berupa Sekolah. Organisasi Formal dalam bentuk Sekolah Formal sangatlah diperlukan dalam rangka pengembangan nalar serta penataan perilaku serta emosi manusia.
Dalam sejarah perkembangan Islam, kita akan menemukan bagaimana kaum intelektual Islam memberikan perhatian besar terhadap terselenggarakannya Organisasi Formal untuk mewujudkan pelaksanaan Kegiatan Pendidikan Formal.
Organisasi Formal yang dimaksud adalah Sekolah-Sekolah Formal, dimana di dalamnya terdapat komponen-komponen Sekolah sebagaimana telah disebutkan di atas.
Sekolah-sekolah formal yang didirikan kaum intelektual Islam itu merupakan Sekolah-Sekolah yang tetap berpegang teguh pada tujuan fundamental.
Tujuan fundamental manusia dalam kehidupan ini sangatlah penting. Oleh karena itu menurut Islam Lembaga Pendidikan atau Sekolah yang didirikan haruslah memiliki tujuan yang sama dengan tujuan penciptan manusia, yaitu merealisasikan pendidikan Islam demi terwujudnya ketaatan kepada Allah SWT, sebagai refleksi penghambaan manusia kepada Allah SWT secara individual maupun secara sosial.[7]
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT di dalam ;
Q.S. adz-Dzariat (51) : 56 :
“Dan Aku tidak menciptakan Jin dan Manusia melainkan supaya untuk beribadah kepada-KU” [8]
Dengan demikian, maka arti Organisasi Formal ( dalam hal ini adalah Sekolah) bagi Kegiatan Pendidikan Formal adalah berkiprahnya individu-individu yang bertanggung jawab pada tujuan pendidikan, sehingga di sana akan tercipta sebuah komunitas yang harmonis yang memberikan berbagai kemanfaatan, baik itu dalam bidang sosial, ekonomi, keamanan, maupun demokrasi. [9]
Oleh karena itulah Organisasi Sekolah mempunyai banyak fungsi, diantara nya adalah sebagai media atau wadah untuk merealisasikan pendidikan berdasarkan tujuan pemikiran, aqidah, dan syariat Islam demi terwujudnya penghambaan diri kepada Allah SWT serta sikap meng-Esakan Allah SWT dan mengembangkan segala bakat atau potensi manusia sesuai fitrahnya sehingga menusia terhindar dari berbagai penyimpangan. [10]
[1] Yassin, H, B, “Bacaan Mulia”, (Jakarta : Djambatan, 1978), 870.
[2] Shihab, M, Quraish, “Wawasan al-Qur’an”, (Bandung : Mizan , 2000), 6.
[3] Qardhawi, Yusuf, “Al-Qur’an Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan”, (Jakarta : Gema Insani, 1999), 236.
[4] Shihab, M, Quraish, Op.Cit, 436.
[5] Sutarto, “Dasar-Dasar Organisasi”, (Yogjakarta : Gajah Mada, 1992), 6-8.
[6] Sutarto, Ibid, 21-36.
[7] An-Nahlawi, Abdurarrahman, “Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat”, (Jakarta : Gema Insani, 1995), 117.
[8] Jassin, H, B, Op.Cit, 733.
[9] An-Nahlawi, Adurrahman, Op.Cit, 146.
[10] An-Nahlawi, Abdurrahman, Ibid, 152-162.
Manusia, menurut al-Qur’an memiliki potensi untuk meraih ilmu dan mengembangkannya dengan seizin Allah SWT.
Karena itu bertebaran ayat-ayat yang memerintahkan manusia menempuh berbagai cara untuk mewujudkan hal tersebut. Berkali-kali pula al-Qur’an menunjukkan betapa tinggi kedudukan orang-orang yang berpengetahuan, sebagaimanan difirmankan Allah dalam :
Q.S. al-Mujadilah (58) : 11 :
“Hai orang-orang yang beriman ! Bila dikatakan kepadamu :’Berilah ruang dalam persidangan”, maka berilah ruang dan Allah SWT akan memebrimu ruang. Dan bila dikatakan kepadamu :’Berdirilah’, maka berdirilah kamu. Allah SWT akan menaikkan derajat orang yang beriman. Dan yang diberi pengetahuan diantara kamu. Dan Allah SWT tahu benar apa yang kamu lakukan”. [1]
Hal ini menunjukkan bahwa al-Qur’an menganggap ilmu sebagai kehidupan dan cahaya. Sedangkan kebodohan merupakan kematian dan kegelapan.[2]
Menurut pandangan al-Qur’an, sebagaimana telah diisyaratkan oleh wahyu pertama, ilmu terdiri dari dua macam.
Pertama ilmu yang diperoleh tanpa upaya manusia, dinamai “ilmu iladunni”, seperti diinformasikan Allah SWT, antara lain dalam
Q.S. al-Kahfi (18) : 65 :
“Lalu mereka (Musa dan muridnya) bertemu dengan seseorang hamba dari hamba-hamba Kami, yang telah Kami anugerahkan kepadanya rakhmat dari sisi Kami dan telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami”. [3]
Kedua adalah ilmu yang diperoleh karena usaha manusia, dinamai “ilmu kasbi”. Hal ini tergambar dari perintah Allah SWT yang memerintahkan manusia untuk berpikir tentang alam raya, dan sebagainya dengan menggunakan sarana mata, telinga dan pikirannya.
Perintah Allah SWT itu difirmankan dalam :
Q.S. Yunus (10) : 101 :
“Perhatikanlah apa yang telah terdapat di langit dan di bumi. Akan tetapi tiada berguna ayat-ayat maupun peringatan bagi kaum yang tiada beriman”.[4]
Oleh karena itulah maka Lembaga Pendidikan Formal ( Sekolah) harus diorganisir secara teratur, konsisten dan sistematis, sebab apabila tidak diorganisisr maka pendidikan yang dilaksanakan tidak tercapai atau akan mengalami kegagalan.
Sebagai Lembaga Pendidikan Formal, Sekolah memiliki banyak fungsi, antara lain adalah sebagai berikut :
Sebagai penyederhanaan dan penyimpulan
Pada dasarnya kemerosotan moral (dekadensi moral), tersebarnya materialisme, dan berlomba-lombanya manusia dalam mencari keuntungan yang sejalan dengan lajunya arus komunikasi dan migrasi penduduk merupakan kondisi yang harus diwaspadai.
Ketika siswa bersinggungan langsung dengan kondisi tersebut, guru dituntut memberikan pemahaman yang sederhana , sehingga mereka mampu memahami suasana dunia baru tanpa perasaan takut, gamang, silau, atau kekaguman yang berlebihan.
Dalam praktiknya, penyederhanaan pemahaman itu membutuhkan penerapan ilmu pengetahuan tentang berbagai hal yang kemudian disarikan dalam bentuk hukum, kaidah, atau prinsip-prinsip yang mudah dipahami siswa-siswa. Melalui sarana itu siswa-siswa diharapkan mampu menyeleksi setiap pengaruh luar serta memanfaatkannya dalam komunikasi dengan sesame manusia dan bersyukur kepada Allah SWT. [5]
Sebagai pensucian dan pembersihan
Ilmu pengetahuan dan konsep akidah berpindah dari satu generasi ke generasi selanjutnya.
Oleh karena itu wajarlah apabila sejalan dengan perkembangan umat manusia, sedikit demi sedikit, pengetahuan dan konsep akidah itu bergeser dari yang semestinya.
Dalam hal ini tugas lembaga pendidikan, yaitu Sekolah, adalah menyaring buku-buku yang dijadikan referensi untuk siswa.
Sekolah harus berpegang teguh pada niat untuk membersihkan dan mensucikan akidah siswa-siswa dari berbagai kotoran. [6]
Fungsi ini merupakan bagian terpenting dalam penentuan karakteristik pendidikan Islam yang didasarkan pada pertimbangan menurut :
v Q.S. asy-Syam (91) : 8 :
“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaan”.[7]
v Q.S. al-Isra’ (17) : 36 :
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya”.[8]
v Menurut Sabda Rasulullah :
“Cukuplah seorang dikatakan berdusta jika dia menceriterakan segala hal yang dia dengar”[9].
Sebagai sarana memperluas wawasan dan pengalaman siswa melalui transfer tradisi
Sekolah, tidak cukup hanya mengembangkan perolehan pengalaman-pengalaman siswa melalui peniruan atau pemaksaan atas kondisi tertentu. Lebih dari itu, Sekolah harus mampu mengupayakan perolehan pengalaman melalui pengalaman generasi-generasi terdahulu. Islam, mendefinisikannya sebagai menghidupkan kembali tradisi, warisan bahasa, atau transfer potensi, baik potensi intelektual, konsep-konsep keagamaan, atau kitab-kitab samawi dari generasi salaf ke generasi khalaf. Warisan itu merupakan buah kreasi, peradaban, penelitian, dan eksplorasi kaum salaf. [10]
Untuk itu, Allah SWT telah berfirman dalam :
v Q.S. al-‘Araf (7) : 169 :
“Sesudah mereka menyusul keturunan (lain) yang mewarisi al-Kitab. Tapi mereka mengambil harta duniawi. Katanya : “Kami akan memberi ampunan. Dan Jika dating (sekali lagi) harta semacam itu, Mereka akan mengambilnya (pula). Tiadakah mereka terikat perjanjian dalam al-Kitab, bahwa mereka tiada mengatakan sesuatu tentang Allah SWT kecuali kebenaran. Dan mempelajari apa yang terkandung di dalamnya. Tetapi kampong akherat lebih baik bagi orang yang taqwa. Maka tiadakah kamu mengerti juga ?” [11]
v Q.S. al-Fathir (35) : 32 :
“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di anatra hamba-hamba Kami”. Maka diantara mereka ada yang menganiaya dirinya sendiri Dan di antara mereka ada yang mengikuti jalan tengah. Dan diantara mereka ada pula yang unggul. Dalam perbuatan-perbuatan baik dengan seizing Allah SWT. Itulah karunia yang paling besar”.[12]
v Q.S. al-Baqarah (2) : 170 :
“Dan apabila dikatakan kepada mereka :’Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah SWT, ‘ mereka menjawab : ‘ (TIdak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.’ ‘(Apakah mereka akan mengikuti juga?), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk ?”.[13]
v Q.S. az-Zukhruf (43) : 33-35 :
“Dan sekiranya bukan karena hendak menghindari manusia menjadi umat yang satu (dalam kekafiran) (33)
“Tentulah Kami buatkan bagi orang-orang yang kafir kepada Tuhan Yang Maha Pemurah loteng-loteng perak bagi rumah mereka dan (juga) tangga-tangga (perak) yang mereka menaikinya” (34)
“Dan (Kami) buatkan pula pintu-pintu (perak) bagi rumah-rumah mereka dan (begitu pula) dipan-dipan yang mereka bertelekan di atasnya. Dan (Kami buatkan pula) perhiasan-perhiasan (dari emas untuk mereka. Dan semuanya itu tidak lain hanyalah kesenangan kehidupan di dunia, dan kehidupan di akherat nanti itu di sisi Tuhanmu adalah bagi orang-orang yang bertaqwa (35)”.[14]
v Q.S. al-Hajj (22) : 39-41 :
“Telah diizinkan (berperang) bagi oang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah SWT, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu” (39) “(Yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali mereka berkata :”Tuhan kami hanyalah Allah SWT.’ Dan sekiranya Allah SWT tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, Gereja-gereja, rumah-rumah ibdah orang Yahudi dan Masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut Allah SWT. Sesungguhnya Allah Swt pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah SWT benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa” (40)
“(Yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukannya niscaya mereka mendirikan Sembahyang, Menunaikan Zakat, Menyuruh berbuat Ma’ruf dan Mencegah dari perbuatan yang munkan, dan kepada Allah SWT lah kembali segala urusan” (41) [15]
Keinginan untuk memelihara warisan intelektual dan cultural merupakan modal untuk mentransfer pengalaman-pengalaman agung generasi lampau kepada generasi berikutnya.
Sebagai wadah untuk mewujudkan keterikatan, integrasi, homogenitas, dan keharmonisan antar siswa
Sekolah didatangi oleh ratusan siswa yang berasal dari lingkungan yang bervariasi, baik itu dalam hal kekayaannya, status sosialnya, dan lain-lain. Sekolah-sekolah pun sarat dengan siswa yang bervariasi dalam kebiasaannya, dialek bahasanya, konsep hidupnya, atau berbeda dalam hal kondisi daerahnya sehingga berbeda pula dalam memandang hidup. Oleh karena itu, Sekolah harus berupaya menyatukan mereka dan meminimalisasi perbedaan-perbedaan di antara mereka, sehingga mereka disatukan oleh prinsip ketundukan kepada Allah SWT, Sang Pencipta Alam Semesta. [16]
Prinsip tersebut sejalan dengan :
Q.S. al-Anfal (8) : 63 :
“Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah SWT telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”[17]
Sebagai penataan dan validasi sarana pendidikan
Pendidikan yang baik melibatkan berbagai faktor yang satu sama lain saling menunjang, misalnya : berita-berita dunia yang berlebihan, siaran-siaran radio yang mewakili satu golongan, serta lagu-lagu yang berusak akhlak generasi muda, segala sesuatu yang lain yang bertentangan dengan ilmu pengetahuan yang diberikan di Sekolah. Untuk itu Sekolah berkewajiban menata kembali sarana-sarana tersebut. [18]
Mengingat betapa sangat pentingnya fungsi Sekolah bagi pendidikan, maka Sekolah sebagai suatu Organisasi Formal harus diorganisisr sedemikian rupa sehingga kelancaran antar komponen di dalam Sekolah tersebut berjalan dengan sukses demi terwujudnya pendidikan sesuai dengan yang diharapkan. [19]
Sebelum menguraikan lebih lanjut mengenai Sekolah sebagai Lembaga Formal (Organisasi Formal). Terlebih dahulu penyusun uraikan : “Pengertian Organisasi”
Pengertian Organisasi, adalah :
Ø Menurut Bahasa , “Organisasi” berasal dari kata : “Organ” yang berarti tubuh atau badan, seperti tubuh manusia yang terdiri dari beberapa anggota badan di mana masing-masing mempunyai tugas tertentu. Maka “Organisasi” dapat diartikan tersusun dan teratur.
Ø Menurut istilah “Organisasi”, berkumpulnya sekelompok manusia yang mengadakan kerja sama untuk mencapai suatu tujuan yang sama disertai aturan-aturan yang tersusun rapi.
Ø Unsur-unsur Organisasi terdiri dari Dasar Organisasi, Tujuan, Pimpinan, Anggota, Kerjasama. Unsur-unsur tersebut tidan dapat dipisahkan. Satu sama lain saling berkaitan. Selain itu unsur-unsur Non Fisik sebagaimana telah disebutkan di atas, Organisasi juga terdiri dari unsur-unsur fisik, misalnya : Bangunan, Sarana dan Prasarana.
v Dasar Organisasi, merupakan prinsip atau landasan setiap perjuangan.
v Tujuan Organisasi, merupakan perumusan yang jelas dan dapat dimengerti oleh para anggota. Hal inilah yang menjadikan kemantapan bagi anggota organisasi itu sendiri. Tanpa tujuan, organsisasi tidak ada artinya. Tujuan merupakan dasar bertindak.
v Pimpinan Organisasi, merupakan aktifitas untuk mempengaruhi anggota agar mereka melakukan usaha untuk mencapai sasaran-sasaran yang menguntungkan.
v Anggota, merupakan komponen non fisik yang harus sanggup bekerjasama berdasarkan ketentuan-ketentuan ataupun ketetapan-ketetapan yang telah dibuat atau disepakati bersama di dalam suatu organisasi tersebut.
v Kerjasama, identik dengan usaha bersama. Tujuan dan dasar memerlukan realita, sedangkan pelaksanaannya adalah usaha menurut apa yang mereka tentukan untuk mencapai tuuan tersebut.
Semua unusr-unsur Organisasi yang tersebut di atas merupakan kesatuan unsur organisasi. Selain unsure-unsur di atas, masih ada unsur-unsur lain yang menunjang berdirinya suatu organisasi, yaitu berupa unsur-unsur fisik. [20]
Bagi Kegiatan Pendidikan Formal, istilah atau penyebutan Organisasi merupakan Lembaga Pendidikan yang lazim dinamkan dengan “Sekolah”.
Tentu saja Sekolah adalah merupakan Lembaga Pendidikan Formal , maka Sekolah juga mempunyai unsur-unsur keorganisasian sebagaimana telah diuraikan di atas.
Unsur-unsur Organisasi Sekolah memang agak berbeda dengan Organisasi lainnya, namun pada prinsipnya unsure-unsur organisasi itu penyelenggaraannya sama.
Unsur-unsur Organisasi Sekolah itu, penyelenggaraannya meliputi berbagai bidang antara lain :
Dasar Pendidikan, Tujuan Pendidikan, Pimpinan Sekolah (Kepala Sekolah), Anggota yang merupakan warga sekolah terdiri dari Para Guru, Para Siswa dan Tata Usaha dan Karyawan Sekolah, Kerjasama, Sarana dan Prasarana, serta unsur-unsur lainnya yang menunjang keberlangsungan pendidikan, misalnya : Kurikulum, Proses atau Kegiatan Belajar-Mengajar serta perangkat pembelajaran lainnya, Tata Tertib dan Hubungan Sekolah dengan Masyarakat.[21]
Unsur-unsur tersebut merupakan kesatuan unsur-unsur Kegiatan Pendidikan Formal (Sekolah), yang mana antara unsure yang satu dengan unsur yang lainnya saling terkait dan tidak terpisahkan, serta saling menunjang. Apabila ada salah satu unsur saja yang tidak ada atau tidak berfungsi ataupun yang tidak menunjang , maka Kegiatan Pendidikan Formal ( Sekolah) akan mengalami ketimpangan, gangguan dan ketidak-lancaran sehingga pelaksanaannya tidak akan berjalan dengan sempurna. Ini berarti Tujuan Kegiatan Pendidikannya tidak akan tercapai.
Oleh karena itu Kegiatan Pendidikan Formal di Sekolah-Sekolah harus diorganisir sedemikian rupa, sehingga tercipta suasana yang, konsisten, teratur, tertib, lancer, serta saling menunjang dalam suasana yang kondusif. Apabila semuanya itu telah terpenuhi, maka InsyaAllah Tujuan Pendidikan akan tercapai dengan gemilang (sukses).
Berdasarkan semua uraian di atas, maka dapatlah ditetapkan suatu kesimpulan, yaitu :
Bahwa Organisasi bagi Kegiatan Pendidikan Formal (dalam hal ini yang dimaksud adalah kegiatan pendidikan di Sekolah) adalah “sangat penting dan sangat berarti” bagi kehidupan manusia.
Bahwa Sekolah, sebagai Lembaga Pendidikan Formal , yang memang sangat penting dan sangat berarti bagi kehidupan manusia “harus diorganisir” secara baik, tertib dan teratur, serta konsisten , agar Tujuan Pendidikannya dapat terwujud atau tercapai sesuai dengan yang diharapkan
[1] Jassin, H, B, Op.Cit, 769.
[2] Shihab, M, Quraish, Loc.Cit.
[3] Jassin, H, B, Op.Cit, 408.
[4] Jassin, H, B, Ibid, 292.
[5] An-Nahlawi, Abdurrahman, Op.Cit, 152.
[6] An-Nahlawi, Abdurrahman, Ibid, 154.
[7] Jassin, H, B, Op.Cit, 864.
[8] Jassin, H, B, Ibid, 385.
[9] An-Nahlawi, Abdurrahman, Op.Cit, 155.
[10] An-Nahlawi, Abdurrahman, Ibid, 156.
[11] Jassin, H, B, Op.Cit, 227.
[12] Jassin, H, B, Ibid, 605.
[13] Jassin, H, B, Ibid, 33.
[14] Jassin, H, B, Ibid, 685.
[15] Jassin, H, B, Ibid, 461.
[16] An-Nahlawi, Op.cit, 160.
[17] Jassin, H, B, Op.Cit, 245.
[18] An-Nahlawi, Abdurrahman, Op.Cit, 161.
[19] Sutarto, Op.Cit, 11-12.
[20] Yusuf, Chusnan, “Kemuhamadiyahan”, (Yogjakarta : Aditya Media, 1995), 1-3.
[21] Tim Penyusun Buku, “Pedoman Penciptaan Suasana Sekolah Yang Kondusif dalam Rangka Pembudayaan Budi Pekerti Luhur bagi Warga Sekolah”, (Jakarta : DEPDIKNAS, 2001), 16-45.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar